Keberhasilan Desa Tlogoweru Kembangkan Tyto Alba Pemburu Tikus

Semarang, Idola 92.6 FM – Memasuki Desa Wisata Tlogoweru Kec Guntur, Kab Demak, Jawa Tengah, gapura dibatas desa dan akses jalan beton dengan lebar tak lebih dari 4 meter menggiring wisatawan menikmati semilir angin dan hijaunya tanaman padi dan jagung di sekeliling kanan dan kiri sepanjang jalur. Padi dan Jagung menjadi andalan komoditas pertanian di desa setempat yang paling mampu mendongkrak perekoniomian warga.

Angin berasal dari persawahan seluas 265 hektar itu terasa menyuplai nafas, menebas rambut seperti bendera yang melambai indah tertiup angin. 120-an pagupon atau rumah burung hantu (rubuha) permanen terbuat dengan beton berdiri ditopang penyangga cor setinggi hingga 4 meter.

Layaknya kincir angin besar di negeri Belanda, rubuha itu berbaris rapi, berjajar di setiap petak hamparan lahan persawahan produktif seluas 225 hektare dan 40 hektare non produktif berupa tegalan. Rubuha menghadap kearah Jalan dengan burung hantu jenis Tyto Alba tidur didalamnya ketika siang, dan akan keluar berburu tikus ketika.

Desa Tlogoweru merupakan daerah penangkaran burung hantu jenis Tyto Alba yang dikembangkan menjadi pemburu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya hama tikus. Tyto Alba bercorak dominasi bulu berwarna abu-abu dan putih. Tyto Alba berukuran hampir sebesar ayam jawa betina ukuran dewasa. Tyto Alba itu dikembangkan secara khusus untuk memburu hama tikus yang memang menjadi salah satu sebab utama gagalnya panen warga sebelum tahun 2011.

Dahulu, sebelum adanya Tyto Alba warga Desa Tlogoweru berkewajiban memburu tikus secara gotong royong (geropyokan) harus menyetorkan ekor tkus yang ditangkap. Namun kebijakan desa itu nampaknya belum juga efektif mengurangi jumlah hama tikus. Hingga akhirnya Tyto Alba dimanfaatkan menjadi pemburu tikus sebagai puncak rantai makanan dalam ekosistem tersebut.