Benarkah Demokrasi Kita Masih Tersandera Pragmatisme Elite Politik?

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Konsolidasi kelembagaan deokrasi di Indonesia melalui pemilihan umum dinilai tersandera pragmatisme jangka pendek elite partai politik yang terus menjadikan revisi undang-undang pemilu sebagai tarik menarik kepentingan. Indonesia pun terjebak pada demokrasi prosedural.

Hingga Jumat (16/6) lalu, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) peenyeleggaraan Pemilu DPR masih menggelar rapat di tim sinkronisasi untuk menyatukan pasal-pasal dalam RUU tersebut. Namun, fraksi-fraksi masih belum mencapai kata sepakat untuk lima isu krusial yakni ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan presiden, magnitude daerah pemilihan, system pemilu, dan metode konversi suara.

Sementara itu pemerintah juga punya posisi keras untuk isu ambang batas pencalonan presiden. Pemerintah mewacanakan menarik diri dari pembahasa karena opsi ambang batas pencalonan preside yang diusulkan pemerintah yaki 20 hingga 25 persen belum juga disepakati secara bulat oleh fraksi-fraksi. Di tengah polemik itu, tahapan Pemilu 2019 sudah semakin mendekat, hanya tinggal hitungan bulan.

Lantas, menyoroti masih alotnya pembahasan RUU Pemilu, benarkah demokrasi kita seolah tersandera pragmatism elite politik? Jika demikian bagaimana upaya untuk keluar dari lingkaran demokrasi prosedural ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Siti Zuhro (Peneliti Politik Senior dari LIPI) dan Toto Sugiarto (Pengamat politik/ direktur eksekutif Riset Indonesia). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: