Bagaimana Prospek Demokrasi Indonesia ke Depan?

Save Demokrasi
Photo/Istimewa
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Ulil Abshar Abdalla, turut menyoroti hasil quick count atau hitung cepat Pilpres 2024 dari pelbagai lembaga survey yang menempatkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang.

Tulisan Ulil yang bertajuk “Memahami Kemenangan Prabowo” di Harian Kompas, 15 Februari 2024 lalu, memberikan tinjauan segar atas kemenangan Prabowo dalam pilpres 2024 ini. Dari berbagai uraiannya, analisis paling krusial terletak pada poin kedua: isu kemunduran demokrasi dan konstitusi yang digaungkan kaum intelektual tampaknya bukan sesuatu isu penting bagi rakyat kebanyakan dengan ditandai kemenangan paslon 02 tersebut.

Melalui opininya, Ulil melihat banyak kalangan yang menyampaikan kekecewaannya di media sosial karena menghendaki perubahan, bukan kelanjutan. Sebab, Prabowo dan Gibran dalam berbagai kesempatan memang selalu menyampaikan akan melanjutkan program-program Presiden Jokowi, di samping tentunya menyiapkan program-program lain.

Menurut Ulil, dalam opininya, dalam pertarungan Pilpres 2024, sederhananya ada tiga kubu politik yang bertarung, yakni kubu perubahan, kelanjutan, dan melawan kecurangan meskipun pada kenyataannya setiap pasangan capres-cawapres tidak bisa direduksi ke dalam satu-dua label. Anies Baswedan mewakili kubu perubahan, Prabowo Subianto mewakili kubu kelanjutan, sedangkan Ganjar Pranowo melawan kecurangan.

Ulil berpandangan, kemenangan Prabowo dalam satu putaran berdasarkan hasil quick count membawa pesan, bahwa rakyat masih menginginkan pembangunan Indonesia ala Presiden Jokowi. Meskipun ada kekurangan di sana-sini tetapi tak ada yang bisa menyangkal fakta bahwa rakyat tetap menginginkan pembangunan seperti yang selama ini sudah dilakukan Presiden Jokowi.

Lalu, memahami kemenangan Prabowo; bagaimana prospek Demokrasi Indonesia ke depan? Apa yang bisa dibaca di balik kemenangan Prabowo-Gibran?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Ulil Abshar Abdalla. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaBelajar dari Resesi Jepang, Adakah Dampaknya bagi Perekonomian Indonesia?
Artikel selanjutnyaPuluhan Jurnalis di Semarang Ikuti Training Prebunking: Perangi Informasi Bohong Lewat Video Prebunking