BI: 40 KUPVA BB di Jateng Tak Miliki Izin dan Rawan Tindak Extra Ordinary Crime

Semarang, 92.6 FM-Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) atau yang biasa disebut money changer, mendapat pemantauan dari Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jawa Tengah. Hasilnya, di sejumlah wilayah di Jawa Tengah mulai dari Kabupaten Demak, Jepara, Pati hingga Purworejo dan Wonosobo ada 40 KUPVA BB atau money changer tidak berizin atau mengantongi izin operasional.

Deputi Kepala Kantor BI Perwakilan Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra mengatakan, ke-40 KUPVA BB tidak berizin itu rawan digunakan untuk kegiatan pencucian uang hasil kejahatan atau extra ordinary crime. Misalnya praktik peredaran narkoba. Pernyataan Rahmat itu disampaikan, di sela media briefing penertiban kegiatan usaha penukaran uang valuta asing tidak berizin, di Gedung Borobudur Mapolda, Rabu (29/3).

Saat ini, jelas Rahmat, dari ke-40 KUPVA BB atau money changer yang dipantau sejak Oktober 2016, sudah ada dua KUPVA BB yang mendapatkan izin operasional dan satu lagi sedang dalam tahap pengurusan. BI memberikan batas waktu pengajuan izin paling lambat 7 April 2017, dan selama belum memiliki izin maka dilarang melakukan kegiatan usaha.

Namun, lanjut Rahmat, jika setelah batas waktu yang ditentukan belum melakukan proses perizinan atau mendapat izin usaha, maka BI bekerjasama dengan aparat hukum akan melakukan upaya penindakan hukum berupa penertiban terhadap KUPVA BB atau money change tak berizin.

“Bank Indonesia sudah melakukan identifikasi terhadap KUPVA BB yang rentan disalahgunakan untuk tindakan extra ordinary crime. Kalau mau berusaha secara sehat dan benar, maka harus segera mengurus perizinan sebelum 7 April 2017,” katanya.

Dengan mengantongi izin operasional, lanjut Rahmat, maka KUPVA BB atau money changer bisa meningkatkan kredibilitas usahanya. Di samping itu, mengurangi risiko dijadikan sebagai sarana kejahatan narkotika, pencucian uang dan terorisme.

Sementara, bagi masyarakat yang menemukan adanya praktik KUPVA BB atau money changer tidak berizin, jelas Rahmat, bisa melaporkan ke kantor BI setempat atau melalui call center BI 131. (Bud)