Di bawah pohon mangga, Eko Warno , 40 tahun, menemukan benda kuna saat mencangkul di halaman rumahnya di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Arkeolog menduga benda purbakala itu peninggalan Dinasti Ming. Laporan penemuan benda kuna pun sudah dilayangkan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah.

Di antara guyuran rinai hujan, ia tercengang sejenak. Perlahan, dipungut dan disisihkannya tanah yang menempel pada benda keras di sisi cangkulnya. Bokor dari logam yang sudah berkarat, berada di bawah pecahan piring yang pecah berkeping-keping.

Lalu, ia pun menguak bokor berwarna dominan hijau tosca bercampur karat itu. Di dalamnya terdapat sejumlah mangkuk keramik berpola hias naga, bunga, dan sulur-suluran berwarna biru dan putih. Tercatat, ada 5 mangkuk keramik ukuran diameter 12 cm. Empat mangkuk masih utuh dan 1 mangkok sedikit pecah. Kemudian, ada 3 mangkuk lebih kecil yang dilengkapi tutup. Satu pasang mangkuk masih utuh, sepasang lagi pecah pada bagian tutupnya.

Eko Warno (kiri) menunjukkan temuan benda kuna di halaman rumahnya. (Photo: Heri CS)

Demikian, Eko Warno, warga Dusun Slamet RT 01 RW 08 Desa Meteseh Boja Kendal Jateng, mengungkapkan penemuan belasan jenis benda kuna pada Jumat sore, 15 Desember 2017, sekira pukul 15.30 WIB. Halaman rumah seluas 3 x 3 meter itu hendak digemburkan untuk menanam rumput hias. “Baru dua kali ayunan, cangkul tiba-tiba terantuk benda keras,” tutur Eko saat ditemui di teras rumahnya, Sabtu (16/12/2017).

Tak sampai di situ, manakala bokor diangkat di bawahnya masih terdapat pecahan keramik yang diduga sebuah mangkuk besar. Kemudian ada 2 piring logam yang sudah berkarat warna kehijauan, sebuah wadah logam yang sudah keropos dan berkarat.

“Di bawah sendiri, ada ratusan uang kepeng bolong tengah yang diikat tali, ” jelas Eko, yang telah tinggal di lokasi ditemukannya benda kuna tersebut selama kurang lebih 17 tahun. Pada uang kepeng berlubang kotak persegi itu terdapat tulisan dengan aksara Tiongkok.

Eko Warno (tengah) bersama istri dan saudara di lokasi galian ditemukannya benda-benda kuna. (Photo: Heri CS)

Syahdan, temuan “harta karun” di bawah pohon mangga itu membuat Eko menghentikan aktivitas mencangkulnya. Benda-benda ia boyong ke dalam rumahnya.

Seketika, kabar adanya penemuan harta karun tersebut langsung menyebar ke tetangga. Dalam hitungan menit, berbondong-bondong warga berkunjung dengan membawa rasa penasaran. Mereka ingin melihat langsung benda yang ditemukan oleh ayah dari Yusuf Fathurrohman (17) dan Aisyah Dwi Astuti (11).

Mimpi Didatangi Seorang Kakek

Adakah firasat, mimpi, atau keanehan yang mengiringi pulung atau keberuntungan yang didapat Eko? Eko pun teringat akan mimpi yang dialaminya 2 hari sebelum peristiwa Jumat sore itu. Eko yang sehari-hari membudidayakan ikan lele di keliling rumahnya bercerita. Dua hari sebelum menemukan benda-benda kuna, dirinya bermimpi didatangi seorang kakek dan diberi tas yang berisi amplop-amplop.

Kakek itu berkata agar dirinya menyampaikan amplop-amplop itu kepada nama-nama yang sudah tertera di sampulnya. Si kakek saat itu dalam kondisi seolah tak kuat menempuh perjalanan. Ia tak kuasa melanjutkan ekspedisi mengantarkan paket yang dibawanya.

“Hanya sampai di situ mimpi yang saya ingat. Sepertinya mimpinya belum selesai namun saya sudah terbangun,” kenangnya. Eko berharap mimpi itu pertanda baik bagi keluarganya.

Benda-benda kuna yang ditemukan di Dusun Slamet RT 01/RW 08 Desa Meteseh Kec Boja Kab Kendal Jateng. (Photo: Heri CS)

Eko dan keluarganya telah mendiami rumah di atas tanah warisan mertuanya sejak tahun 1999. Sebelum membangun rumah, lahan yang ditempatinya pernah menjadi ladang tebu karena disewakan kepada pabrik gula. Sebelum dibangun, ketinggian tanah tak seperti kondisi saat ini.

“Saat itu, ketinggian tanah lebih tinggi setengah meter dibanding sekarang,” ujarnya.

Suami dari Sri Sugiyarti itu seolah masih tak percaya dengan apa yang ditemukannya. Sebab, sebelum penemuan itu, lahan di atasnya sudah berkali-kali dicangkul untuk bercocok tanam. Mulai dari singkong, kacang tanah, hingga disewa swasta untuk ditanami Tebu. “Pernah juga saya pakai untuk memproduksi batu bata,” ungkap Eko yang sehari-sehari bekerja sebagai karyawan pengolahan kayu di Boja. Temuan ini atas prakarsa arkeolog yang mendatangi rumahnya, telah dilaporkan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah.

Arkeolog Lacak Peninggalan Dinasti Ming

Mendapat informasi mengenai penemuan benda kuno, peneliti arkeologi yang sedang meneliti lanskap arkeolog di sekitar kaki gunung Ungaran, Tri Subekso langsung meluncur ke lokasi penemuan tersebut. Tak hanya Tri, arkeolog lulusan Universitas Udayana Bali, Gentry Amalo, yang saat ini sedang studi di Kota Semarang juga bergegas mengamati dan menyigi “harta karun” arkeologi tersebut.

Arkeolog Tri Subekso mengamati lokasi galian ditemukannya benda kuno. (Photo: Heri CS)

Tri Subekso yang juga pegiat cagar budaya memperkirakan, benda-benda tersebut merupakan barang di era pemerintahan Dinasti Ming di Tiongkok sekitar abad 15-16. Perkiraan ini didapat dari corak hiasan tulisan semacam stempel di bawah mangkok. “Benda tersebut diduga memiliki nilai sejarah yang tinggi,” ujarnya.

Mahasiswa S2 Magister Arkeologi Universitas Indonesia (UI) Jakarta ini memberikan apresiasi pada Eko dan masyarakat Dusun Slamet yang segera melaporkan temuan tersebut. “Butuh penelitian lebih lanjut terkait temuan ini. Saya berharap BPCB segera menerjunkan tim untuk meneliti temuan ini,” lanjut lulusan Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.

Arkeolog Tri Subekso (bertopi) mengamati benda kuna yang ditemukan Eko Warno. (Photo: Heri CS)

Saat ini, Tri Subekso juga sedang melakukan penelitian tentang situs-situs sejarah yang tersebar di lereng Gunung Ungaran, meliputi Ambarawa, Ungaran, Mijen hingga Kendal. Temuan di Dusun Slamet tersebut, bisa jadi berhubungan dengan situs reruntuhan candi yang ada di Kampung Tempel, Kelurahan Jatisari Kecamatan Mijen Kota Semarang yang jaraknya hanya beberapa kilometer. “Tapi semua tetap butuh penelitian lebih lanjut,” jelasnya.

Pria yang akrab dipanggil Bekso itu menambahkan, apabila masih ada lokasi sebaran situs-situs klasik tersebut, sangat berkaitan secara kosmologis dengan keberadaan Gunung Ungaran yang dipandang sebagai pusat kosmis sebagai representasi dari Gunung Mahameru.

Bukti Interaksi Budaya Cina dan Jawa

Sementara itu, Gentry Amalo, arkeolog lulusan Universitas Udayana Bali, menuturkan, dilihat dari bentuk artefak keramik serta pola hias naga, bunga dan sulur-suluran yang didominasi warna biru dan putih, maka sudah bisa dipastikan itu barang-barang yang diproduksi pada masa berkuasanya Dinasti Ming di Cina pada Abad 16 – 17 M.

“Di dunia arkeologi, artefak dengan corak warna dan pola hias seperti ini biasa disebut dengan barang-barang Zhangzho (Swatow),” ujar pria berkepala plontos ini sembari menunjukkan salah satu pola gambar mangkuk keramik.

Arkeolog Gentry Amalo menyatakan benda-benda kuna ini merupakan peninggalan Dinasti Ming. (Photo: Heri CS)

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP Undip itu menambahkan, jika dicermati lebih jauh khususnya pada bagian dasar bagian luar, beberapa mangkuk ada stempel / cap bertuliskan huruf kanji. Jika dilihat dan diperhatikan dengan saksama, maka huruf kanji atau kaligrafi Cina tersebut, sudah bisa dipastikan berasal dari masa pemerintahan Kaisar Wanli yang berkuasa dari tahun 1573 – 1620 M.

Menurut pria kelahiran NTT tersebut, apabila dilihat dari konteks temuan saat artefak ini ditemukan, tersusun, dari bagian atas hingga paling bawah. Pada bagian atas adalah piring lebar dan bokor perunggu, kemudian susunan mangkok dan yang paling bawah adalah uang kepeng dalam keadaan terikat pada seutas tali benang, maka kita dapat mengetahui dan patut “diduga” bahwa artefak itu sengaja ditanam dan disusun sedemikian rupa untuk menyembunyikannya dari incaran orang-orang yang berniat jahat.

“Tapi ini masih asumsi awal, artinya butuh penelitian yang lebih dalam lagi dari banyak sumber data baik arkeologi maupun sejarah,” katanya.

Arkeolog Gentry Amalo di antara benda kuna yang diamatinya. (Photo: Heri CS)

Gentry mengemukakan, artefak-artefak ini masuk melalui jalur perdagangan atau pun migrasi, dan keberadaan artefak ini jelas menunjukkan adanya interaksi budaya antara Cina daratan dan masyarakat Jawa pada masa itu.

Ia menambahkan, sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata untuk memerhatikan dan mengurus benda dan bangunan purbakala di sebuah wilayah. Pemerintah juga wajib untuk mengeduksi warga di sekitar situs purbakala melalui kegiatan literasi Arkeologi / literasi kepurbakalaan.

“Harapannya agar warga akan menjadi tercerahkan, memiliki rasa memiliki, semakin peduli dan menjaga bangunan cagar budaya tersebut tanpa diminta,” tandasnya. (Heri C Santoso)