Berkaca pada Krisis Ekonomi Turki, Bagaimana Memitigasi Ancaman Ketidakpastian Ekonomi Global?

Semarang, Idola 92.6 FM – Sentimen negatif global tengah melanda pasar keuangan beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dalam beberapa hari ini, rupiah makin melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Bahkan, pada 13 Agustus 2018 tercatat, rupiah berada pada posisi terlemah sepanjang tahun ini yakni mendekati Rp16.000 per dollar AS. Pelemahan ini akibat sentimen negatif dari internal berupa defisit transaksi berjalan dan eksternal berupa gejolak perekonomian Turki yang kini tengah dilanda krisis ekonomi.

Krisis ekonomi yang saat ini dialami Turki akibat kejatuhan nilai tukar mata uangnya lira, mungkin sekilas mirip dengan penyebab krisis yang pernah melanda kawasan Asia pada 1998 lalu. Krisis tersebut diawali oleh kejatuhan nilai tukar mata uang Thailand, baht yang kemudian menyeret ekonomi negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Kendati demikian, kedua kondisi tersebut dinilai berbeda. Indonesia pun tak perlu panik dengan dampak yang mungkin timbul akibat krisis pada negara yang terletak di kawasan negara Eurasia.

Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelitianingsih mengaku, jatuhnya lira Turki memang mengancam mata uang negara emerging market lainnya, termasuk Indonesia. Namun, ia yakin pengaruhnya pada perekonomian Indonesia tak akan terlampau besar. Menurut Lana, krisis ekonomi di Turki terjadi karena kesalahan pemerintahan yang otoriter. Meski demikian, sentimen yang dibawah Turki pada mata uang negara berkembang tetap perlu diwaspadai. Namun, ia yakin perekonomian Indonesia dan negara Asia lainnya bakal mampu menghadapi tekanan dari investor.

Terkait dengan situasi ini, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan para menterinya untuk menjaga kewaspadaan dan kesiagaan dalam menghadapi imbas gejolak ekonomi yang terjadi di Turki saat ini. Kesiagaan ia minta dilakukan dalam cadangan devisa. Jokowi memerintahkan menterinya agar cadangan devisa diperkuat. Agar cadangan tersebut bisa menguat, pemerintah saat ini sudah merencanakan banyak program. Salah satunya, mewajibkan pencampuran 20 persen bahan bakar nabati (biodiesel) ke dalam solar agar impor minyak bisa ditekan. Kebijakan lain, mengendalikan impor barang yang tak penting.

Lantas, melihat situasi krisis ekonomi di Turki, bagaimana memitigasi agar ancaman ketidakpastian ekonomi global tak berdampak pada perekonomian nasional? Bagaimapa pula memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri dalam membentengi berbagai ancaman ekonomi global?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Enny Sri Hartati (Direktur Institute for Development of Economics and finance (INDEF)) dan A Tony Prasetiantono (Kepala Pusat Studi Ekonomi & Kebijakan Publik UGM Yogyakarta). [Heri CS]

Berikut diskusinya: