Dinkes Ajak Organisasi Perangkat Daerah di Jateng Kelola Kawasan Tanpa Rokok Dengan Benar

Semarang, Idola 92.6 FM – Seorang yang menghisap rokok setiap hari, bisa meningkatkan risiko terkena kanker laring, paru-paru, rongga mulut dan gangguan kehamilan serta sakit jantung. Sehingga, perlu ada edukasi untuk bisa menghentikan kebiasaan merokok.

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah dr Yulianto Prabowo mengatakan proporsi terbanyak perokok aktif di Indonesia, pada usia 30-39 atau usia produktif. Bahkan, tak jarang usia belasan tahun sudah terbiasa menghisap rokok karena terpengaruh dengan orang terdekatnya.

Menurut Yulianto, menghentikan kebiasaan buruk merokok sebenarnya sudah sering dilakukan. Termasuk, dengan memasang tulisan di setiap bungkus rokok yang tujuannya untuk menghentikan kebiasaan merokok.

Yulianto menjelaskan, pihaknya juga berupaya mengajak organisasi perangkat daerah (OPD) di Jateng untuk ikut mengurangi bahaya merokok. Salah satunya, dengan pembuatan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“Pemerintah sudah mengeluarkan PP Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Bahkan, pemerintah juga telah membatasi orang merokok di tempat yang telah ditetapkan atau disebut KTR,” kata Yulianto ketika membuka diskusi tentang advokasi untuk mendorong kebijakan kesehatan prioritas di Provinsi Jawa Tengah di Hotel Chanti, Jumat (21/9).

Yulianto lebih lanjut menjelaskan, peraturan tentang KTR menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas udara yang bersih dan bebas asap rokok. Sehingga, dibutuhkan peran aktif dalam proses penetapan dan pemanfaatan KTR.

“Sebanyak 17 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah sudah memiliki kebijakan tentang penetapan KTR. Beberapa sudah dalam bentuk perda. Yang ditetapkan KTR adalah sarana kesehatan, tempat pendidikan, arena kegiatan anak dan tempat ibadah,” ujar Yulianto.

Sementara, Kasi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinkes Rita Utrajani menambahkan, ruang khusus perokok yang disediakan selama dipandang masih belum efektif. Sebab, kebanyakan ruang khusus perokok ditempatkan di dalam gedung.

“KTR-nya tidak di dalam gedung, karena memang kalau di dalam gedung kan racunnya masih melekat dan tidak bisa hilang. Maka ke depan, apakah peraturan atau kebijakan ini berhasil atau tidak kita tunggu kebijakan beliau ke arah apa dengan advokasi kita yang semaksimal mungkin. Jadi, melalui biro hukum dan kesmas,” ujar Rita.

Rita menjelaskan, seharusnya ruang khusus perokok berada di luar gedung atau tempat beraktivitas. Karena, semua orang berhak dilindungi dari paparan asap rokok. (Bud)