Menakar Kemampuan Literasi Berbahasa Indonesia Para Siswa di Indonesia

Semarang, Idola 92.6 FM – Literasi tidak sekadar memahami teks tetapi juga kemampuan menganalisis dan merefleksikan teks. Kemampuan ini yang harus terus ditingkatkan baik bagi siswa maupun guru. Baru-baru ini, Pusat Penelitian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik Kemdikbud) bersama Badan Bahasa mengadakan uji kemampuan literasi Bahasa Indonesia di 34 provinsi.

Salah satu hasilnya, kemampuan siswa Indonesia membaca teks panjang dan detail masih rendah. Butuh pembiasaan membaca, menganalisis, dan merefleksikan teks secara lebih gencar di sekolah. Masih banyak siswa yang tidak menyadari perintah untuk membalik ke halaman berikutnya ketika tengah membaca teks daring. Akibatnya, teks yang dibaca tidak lengkap.

Dari penelitian terungkap, hanya 18 persen siswa yang bisa membaca teks yang panjang yaitu 600 kata dan menangkap detail informasi di dalamnya. Umumnya, siswa kebingungan apabila di setiap paragraph terdapat detail permasalahan yang berbeda. Siswa juga masih lemah dalam mengubah narasi menjadi kronologi peristiwa. Demikian pula, dalam membaca table dan mengubahnya menjadi sebuah wacana.

Lantas, bagaimana hasil evaluasi uji kemampuan literasi Bahasa Indonesia di 34 provinsi? Dari evaluasi tersebut, ini menunjukkan fenomena apa? Apa faktor yang membuat para siswa masih rendah dalam kemampuan berliterasi? Dari hasil ini, apa rekomendasi dari Puspendik Kemdikbud ke pemerintah pusat? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara perancang sistem analisis penilaian untuk Puspendik Kemendikbud Rahmawati. [Heri CS]

Berikut diskusinya: