Pesta Demokrasi Telah Usai, Saatnya Menagih dan Mengawal Janji Para Pemimpin

Semarang, Idola 92.6 FM – Jalan sunyi adalah jalan seorang pemimpin. Mengapa harus jalan sunyi? Sebab, memimpin itu menderita. Memimpin adalah tanggung jawab. Memimpin itu memotivasi dan mengelola kekuasaan yang dimiliki.

Mengapa kekuasaan itu harus dikelola? Sebab, sejak semula, kekuasaan selalu berwajah dua: sekaligus mempesona dan menakutkan. Seseorang yang menempuh jalan hingar-bingar politik, mustahil tidak mengimpikan kekuasaan. Kekuasaan itu memesona, sehingga orang mengejarnya habis-habisan termasuk menghalalkan segara cara. Orang sering lupa bahwa kekuasaan itu bukan tujuan tapi hanya alat untuk mencapai tujuan akhir yaitu kesejahteraan rakyat. Jadi, kekuasaan hanya tujuan sementara demi kemaslahatan bersama.

Pada titik ini, peran kepemimpinan sangat sentral dan penting. Pemimpin dan kepemimpinan akan membuat politik menjadi sebuah seni sekaligus menjadikan kekuasaan bisa berjalan efektif. Sebaliknya, tanpa kepemimpinan, politik hanya akan menjadi intrik dan nafsu berkuasa yang saling membunuh dan kekuasaan akan berubah menjadi tiran.

Nah, terkait dengan sosok pemimpin, Rabu 27 Juni lalu kita baru saja melewati hajatan demokrasi Pilkada Serentak 2018. Daulat rakyat telah diberikan di bilik suara. Dari itu, telah terpilih pemimpin dari 171 daerah–baik baru maupun petahana yang terpilih kembali. Mereka akan memimpin 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Suka atau tidak suka, siapapun yang terpilih akan mengemban amanah memimpin daerah masing-masing selama 5 tahun ke depan.

Lantas, ikhtiar apa yang bisa kita lakukan untuk memagari agar para pemimpin tidak lupa diri dan segera memenuhi janji-janjinya? Bagaimana pula mengawal agar hasil proses politik tidak berbuah intrik dan nafsu kekuasaan semata? Lalu, dari hasil Pilkada 2018 lalu, apakah juga mencerminkan peta politik pada pilpres 2019 mendatang?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Prof Siti Zuhro (Peneliti Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI) dan Usep Hasan Sadikin (peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)). [Heri CS]

Berikut diskusinya: