Ada Apa Di Balik Parpol Berebut Kursi MPR?

Semarang, Idola 92.6 FM – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga tinggi negara di bidang legislatif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR sebelum amandemen UUD Tahun 1945 merupakan lembaga tertinggi Negara. MPR memiliki wewenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) serta melantik presiden dan wakil presiden terpilih hasil pemilu. MPR yang beranggotakan anggota DPR, utusan golongan, dan daerah, bermusyawarah untuk menentukan masa depan bangsa. MPR saat itu dianggap sebagai representasi rakyat Indonesia.

Namun, pasca reformasi kewenangan MPR dipreteli. MPR tak lagi menjadi lembaga tertinggi dan anggotanya pun berubah, anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD. Kedudukan MPR pun menjadi setara dengan DPR, DPD, MK, KY, BPK, dan lembaga negara lainnya.

Kini, meski kewenangannya tak lagi signifikan seperti dahulu, posisi ketua MPR menjadi rebutan hampir semua partai politik usai Pemilu 2019. Rebutan itu tak hanya terjadi di barisan parpol koalisi pendukung petahana Joko Widodo-Maruf Amin saat pilpres 2019, namun juga terjadi di kubu oposisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Partai Golkar, PDIP hingga Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) beradu argumen dengan merasa paling berhak untuk mendapatkan kursi ketua MPR yang saat ini diduduki oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan.

Lantas, menimbang bobot MPR setelah tidak memiliki kewenangan signifikan, mengapa posisi ketua MPR masih diperebutkan oleh parpol? Ada kepentingan dan motif apa di baliknya?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Siti Zuhro (Peneliti Politik pada LIPI) dan Rafif Pamenang Imawan (Pengamat Politik dari Populi Center). (Heri CS)

Berikut diskusinya: