Menangkal Paham Radikalisme di Kampus, DPD RI Jateng Gandeng BIN

Wakil Ketua DPD Jawa Tengah Akhmad Muqowam membuka diskusi
Wakil Ketua DPD Jawa Tengah Akhmad Muqowam membuka diskusi "Membedah Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi-Penyebab dan Pencegahannya" di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip, Kamis (26/9).

Semarang, Idola 92.6 FM – Sejumlah lembaga dan instansi terus berupaya, menangkal penyebaran paham radikalisme yang diselipkan di kegiatan kampus atau perguruan tinggi. Karena, data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) banyak mahasiswa perguruan tinggi mulai terpapar paham radikalisme.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Tengah Akhmad Muqowam mengatakan dalam menangkal paham radikalisme di kampus, pihaknya menggandeng Badan Intelejen Negara (BIN) dan juga organisasi keagamaan untuk membentengi mahasiswa Universitas Diponegoro. Hal itu dikatakannya di sela membuka diskusi “Membedah Paham Radikalisme di Perguruan Tinggi-Penyebab dan Pencegahannya” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip, Kamis (26/9).

Muqowam menjelaskan, sudah saatnya kalangan kampus bertindak untuk membentengi mahasiswanya dari penyebaran paham radikalisme. Sehingga, kampus tidak mendapat cap sebagai kampus radikal.

“Yang berpengaruh itu di luar sana, yang banyak misal di USN tapi dilakukan di luar kampus. Di Undip juga di luar kampus, sehingga locus tuduhan ini yang saya kira harus satu kali kampus menjawab bahwa dia itu tidak mendapat pengetahuan ekstrim atau radikalisme dari kampus,” kata Muqowam.

Rektor Undip Yos Johan Utama menambahkan, pihaknya juga berupaya maksimal untuk membentengi mahasiswanya dari penyebaran paham radikalisme. Hanya saja, yang bisa dilakukan terbatas di dalam kampus.

“Jadi, jangan sampai Undip itu dicap sebagai kampus radikal. Karena korbannya siapa? Mahasiswa dan keluarganya, mereka akan kesulitan mendapat sekolah dan segala macamnya. Juga korbannya pasti Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucap Yos.

Senada dengan rektor, Dekan Fisip Undip Hardi Warsono menjelaskan, untuk membentengi mahasiswa dari penyebaran paham radikalisme adalah memerkuat pemahaman tentang pendidikan karakter.

“Radikal itu harus ditangani dengan radikal juga, artinya harus tegas. Namun demikian, selain radikalisme yang ditangani secara radikal aparat pemerintah kami di perguruan tinggi juga secara preventif mengembangkan pendidikan antiradikalisme. Di mata kuliah pendidikan karakter dan agama, kita terus berikan pendidikan antiradikalisme,” ujar Hardi.

Dengan mahasiswa memahami pendidikan karakter, jelas Hardi, diharapkan tidak mudah terjebak dalam bujuk rayu paham radikalisme. (Bud)