Tenggelamnya Politik Progresif Di Tengah Kepungan Biaya Politik yang Kian Tinggi, Masihkah Ada Harapan Perbaikan ke Depan?

Semarang, Idola 92.6 FM – Negara ini dibangun oleh pemikiran-pemikiran progresif yang dicetuskan oleh sejumlah tokoh pergerakan. Merujuk pada KBBI, progresif memiliki definisi: berhaluan ke arah perbaikan keadaan dari sekarang atau kea rah kemajuan.

Sikap politik progresif para pelopor tersebut memberi jiwa bagi Indonesia merdeka yang modern bahkan sejak raga kenegeraan kita belum tegak. Mereka melahirkan organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij. Atas pergolakan dan buah pikiran progresif para aktivis itu maka lahir pula Sumpah Pemuda 1928—yang dari momentum itu kemudian seluruh elemen, etnik dan suku bersatu padu untuk mewujudkan sebuah negara—Indonesia.

Singkat kata, negara ini dibangun atas pemikiran dan politik progresif. Baik itu, oleh kaum intelektual, politisi, hingga organisasi kepemudaan. Alas Indonesia, dibangun dari pemikiran-pemikiran progresif yang mengangankan bukan semata kebebasan—melainkan juga perwujudan demokrasi dan segenap nilai kemanusiaan. Namun sayangnya, menurut Arif Susanto-Analis Politik Exposit Strategic dan pegiat Lingkaran Jakarta, dalam dinamika politik kontemporer, kekuatan politik progresif tampak menyusut signifikansinya.

Progresivisme politik kini menghadapi tantangan ganda konservatisme di dalam ataupun di luar kekuasaan yang mengutamakan perolehan sepihak kekuasaan. Bisa diibaratkan politik atas nama Kekuasaan bukan kemajuan bangsa.

Di sisi lain, kita juga menghadapi fenomena biaya politik yang kian tinggi. Biaya kampanye calon anggota legislatif melonjak. Untuk percaya diri bisa terpilih kembali sebagai anggota DPR mereka mesti menyiapkan dana hingga Rp5 miliar. Tak hanya menjadi wakil rakyat, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau kepala dinas di daerah pun acap kali harus mengeluarkan biaya besar. Diskursus yang dibangun politisi justru dominan terkait distribusi kekuasaan—bukan distribusi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Lantas, tenggelamnya politik progresif di tengah kepungan biaya politik yang kian tinggi, masihkah ada harapan perbaikan ke depan? Masihkah ada terobosan dan jalan keluar dari situasi ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Arif Susanto (Analis Politik Exposit Strategic; Pegiat Lingkaran Jakarta) dan Feri Amsari, MH (Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang). (Heri CS)

Berikut diskusinya: