Membaca Algoritma DPR; Yang Menarik 16 RUU Tapi Tetap Mempertahankan RUU yang ditolak publik. Lalu, Siapa yang Sesungguhnya Sedang Diwakilinya?

Semarang, Radio Idola 92,6 FM – Pemerintah, DPR dan DPD sepakat menarik 16 rancangan undang-undang (RUU) dari Program Legislasi Nasional tahun 2020. Padahal, beberapa di antara RUU itu dinilai penting untuk segera disahkan.  Pengurangan target prolegnas itu dilakukan dengan menambah dan mengganti sejumlah RUU,  sehingga membuat basis pijakan evaluasi Prolegnas dipertanyakan.

Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat Badan Legislasi DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly serta panitia perancang Undang-Undang DPD, Kamis 2 Juli lalu.

Sebelum dievaluasi,  total ada 50 RUU yang masuk dalam Prolegnas 2020.  Sekalipun disepakati pengurangan 16 RUU diantaranya,  rapat memutuskan menambah tiga RUU untuk masuk dalam Prolegnas 2020.  Kemudian,  dua RUU di Prolegnas diputuskan untuk diganti dengan RUU lain. Yang celakanya, sejumlah RUU yang memantik protes publik justru malah dipertahankan,  di antaranya RUU Cipta Kerja, RKUHP, dan RUU Pemasyarakatan.

Lantas, kalau kita “membaca” Algoritma DPR; Kenapa Saat Menarik 16 RUU … Tapi DPR justru Mempertahankan RUU yang ditolak publik? Kepentingan siapa yang Sedang Diwakilinya? Di balik agenda ini—apa sesungguhnya kepentingan para anggota DPR? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu radio idola mewawancara Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Padang/Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, MH dan Prof Siti Zuhro, Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI. ( Her )

https://anchor.fm/radio-idola/episodes/wawancara-bersama-Direktur-Pusat-Studi-Konstitusi-Pusako-Universitas-Andalas-Padang-Pakar-Hukum-Tata-Negara-Feri-Amsari–MH-egc719

https://anchor.fm/radio-idola/episodes/wawancara-bersama-Prof-Siti-Zuhro–Peneliti-Senior-Pusat-Penelitian-Politik-LIPI-egc7c0