Menakar Plus Minus Status Indonesia sebagai Negara Maju

Benarkah?

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia menyandang status baru sebagai negara maju versi Amerika Serikat. Sebelumnya status Indonesia adalah negara berkembang. Indonesia tak sendirian. Ada 127 negara lain yang statusnya sama dengan Indonesia, antara lain China, Thailand, Malaysia, Vietnam, Afrika Selatan, Etiopia, dan Zimbabwe. Indonesia tak lagi disebut sebagai negara berkembang per 10 Februari 2020.

AS hanya mempertahankan 36 negara dalam kategori berkembang. Di sisi lain, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) masih menempatkan Indonesia sebagai negara berkembang. Dengan status baru versi AS, Indonesia tak lagi mendapatkan diferensial khusus (special differential treatment) yang tersedia dalam Kesepakatan WTO tentang subsidi dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas Suharso Monoarfa menyebut kebijakan AS ini akan berdampak kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Keputusan yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump tersebut, menurutnya, akan menambah beban keuangan Indonesia. Beban tersebut muncul karena kenaikan status tersebut bakal berdampak pada peningkatan tarif fasilitas pinjaman Indonesia.

Suharso Monoarfa
Suharso Monoarfa, Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bappenas.

Meski demikian, ia belum menjelaskan secara rinci dampak yang dimaksudnya tersebut. Ia hanya mengatakan keputusan Presiden Trump tersebut bakal membuat kerja sama dengan AS di bidang ekonomi akan lebih berat. Untuk itulah, ia mengatakan Indonesia harus mampu mencari peluang kerja sama ekonomi dengan negara di luar AS. Dia menyebut dengan pendapatan per kapita yang kini berada di kisaran US$4.000 per tahun, status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah memiliki peluang kerja sama dengan negara-negara di Afrika.

Lantas, menakar pencoretan Indonesia dari daftar negara berkembang oleh Amerika Serikat/ apa plus-minusnya? Peluang apa yang bisa kita manfaatkan dengan pencoretan ini? Lalu, jika kebijakan ini akan berdampak, langkah antisipasi seperti apa yang mesti disiapkan pemerintah?

Menyoroti hal ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) yang juga Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal Hastiadi. (Heri CS)

Berikut podcast diskusinya: