Mencari Jalan Tengah yang Adil di Antara Lembaga Penyiaran dan Layanan Siaran Platform Digital?

Live via Social Media Platform

Semarang, Idola 92.6 FM – Jagat medsos baru-baru ini diramaikan dengan gugatan RCTI dan I-News TV. Dua TV swasta itu melakukan uji materi Undang-Undang Penyiaran pada Mahkamah Konstitusi.

Ini tentu mengejutkan karena netizen saat ini tengah ber-“euforia” dengan layanan yang disediakan platform digital. Mulai dari Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live hingga Netflix. Sehingga gugatan RCTI dan I-News sedikit mengganggu ‘kebebasan’ para netizen.

Tujuan dari gugatan ini untuk memperluas definisi penyiaran. Dari yang sebelumnya hanya mengatur siaran yang berbasis frekuensi radio menjadi lebih luas sampai ke dalam jaringan internet. Alasannya, menurut Corporate Legal Director MNC Group Christophorus Taufik, adalah demi “kesetaraan dan tanggung jawab moral bangsa”. Alasan lainnya, tentu saja untuk menjaga potensi periuk kue iklan dan pendapatan.

Jika permohonan itu dikabulkan, maka masyarakat tidak akan bisa lagi siaran live broadcast melalui media sosial. Sebab, layanan penyiaran over the top (OTT) yang menggunakan internet akan disamakan dengan layanan penyiaran. Sehingga, tayangan audio visual akan diklasifikasikan sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar. Maka, bisa bisa dibayangkan, jika dikabulkan, maka Anda mesti izin siaran terlebih dahulu kalau ingin jadi youtuber atau jika mau melakukan IG Live.

Terlepas dari itu semua, sesungguhnya kita tengah dihadapkan pada situasi yang kontradiktif. Kemajuan teknologi yang begitu cepat, akan dihadang oleh peraturan dan regulasi yang cenderung lamban. Akan tetapi, kalau platform digital tidak diatur dan diawasi oleh lembaga otoritas, hal itu akan menciptakan suasana chaos karena orang bebas membuat content sekehandak hati—tanpa rambu-rambu.

Livestream via Social Media Platform

Selain itu, kalau content-content media sosial dibiarkan bebas, maka kita bersikap kurang adil kepada media mainstream, seperti TV dan radio yang banyak dituntut untuk mematuhi berbagai aturan serta dituntut untuk membuat isi siaran yang membangun persatuan. Singkatnya, sementara Radio dan TV bergerak dalam koridor regulasi dan selalu diawasi maka platform digital—mau tak mau juga diatur dan diawasi.

Lantas, apa jalan tengah yang adil atas fenomena ini? Mungkinkah laju kemajuan teknologi dibendung oleh regulasi? Lalu, apa yang terjadi kalau gugatan INews dan RCTI dikabulkan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Pengamat Media Sosial, Enda Nasution; Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Mulyo Hadi Purnomo; Selebgram/ Influencer, Agnes Yi; dan Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Abdul Kharis Almayshari. (her)

Berikut podcast diskusinya: