Semarang, Radio idola 92,6 – Peringatan Hari Pancasila 1 Juni tahun ini dilaksanakan di tengah pandemi virus corona. Ini seolah menjadi momen yang menguji daya juang Indonesia sebagai bangsa dalam perang sunyi melawan musuh bersama bernama Covid-19.
Ini tentunya semakinย ย menguji pengorbanan, kedisiplinan, dan ketenangan dalam mengambil langkah kebijakan yang cepat dan tepat. Di sisi lain, juga menguji seberapa warga bangsa mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagaiย โPhilosophische Grondslagโโtidak hanya Pancasila yang indah dalam untaian kata-kata dan hafalan di luar kepalaโnamun seberapa merasuk ke dalam penghayatan dan jatidiri kita semua.
Pada mulanya rumusan Pancasila hanyalahย โPhilosophische Grondslagโย yang dimunculkan dalam sidang Badan Penyilidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atauย Dokuritsu Zyunbi Tyoosakaiย beranggotakan 60 orang. Ketuanya Radjiman Wedyodiningrat didampingi dua wakil ketua yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio dari Jepang.
Dalam sidang BPUPKI itulah muncul rumusan Pancasila sebagaiย โPhilosophische Grondslagโย bukan rumusan ideologi apalagi rumusan agama. Semua anggota BPUPKI memahami benar apa yang dimaksud denganย โPhilosophische Grondslagโ. Karena mereka memahami bahasa dan budaya Belanda. โPhilosophische Grondslagโย berasal dari bahasa Belanda yang berarti normaย (lag), dasarย (grands), dan yang bersifat filsafatย (philosophische).
Lantas, merefleksi Hari Pancasila di tengah Pandemi Covid-19/ bagaimana upaya membumikannya? Sudahkah Pancasila sebagai โPhilosofische Grondslagโ termanifestasikan dalam upaya perang sunyi melawan musuh bersama bernama: Corona? Jika belum, di mana problemnya? Sudahkah perilaku segenap warga bangsa sudah menjunjung tinggi persatuan-kesatuan dan gotong royong sesuai falsafah Pancasilaโatau justru malah masih berperi kesukuan?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu nanti kita akan berdiskusi dengan: Prof Irwan Abdullah-Guru Besar Antropologi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta