Tangkal Radikalisme, Kesbangpol Jateng Gandeng Elemen Masyarakat dan Eks Napiter

Haerudin, Kepala Kesbangpol Jateng

Semarang, Idola 92,6 FM-Kesbangpol Jawa Tengah terus melakukan proses deradikalisasi, terhadap paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan dasar negara. Pihaknya juga terus berupaya, untuk melakukan pembinaan terhadap para eks napi terorisme bisa diarahkan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kepala Kesbangpol Jateng Haerudin mengatakan persoalan utama dari eks napi terorisme susah berbaur kembali dengan masyarakat adalah tentang citra, dan bagaimana bisa hidup dengan wajar kembali. Sehingga, pemahaman ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak tidak hanya pemerintah.

Haerudin menjelaskan, Kesbangpol Jateng kemudian merancang program deradikalisasi yang melibatkan semua elemen masyarakat untuk bisa melakukan pembinaan terhadap eks napi terorisme. Termasuk, menangkal paham-paham radikalisme yang bisa memengaruhi pikiran masyarakat.

Menurutnya, untuk eks napi terorisme yang bergabung dalam wadah atau paguyuban di bawah pembinaannya akan lebih mudah dalam pemberdayaannya. Namun, bagi yang di luar pembinaannya ini butuh dukungan dari semua pihak.

“Jadi, Kesbangpol ini sedang melakukan program kegiatan, dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat serta MUI. Kami juga menggandeng organisasi keagamaan lainnya, untuk bersama melakukan kesepahaman. Kami yang pertama akan lakukan adalah merangkul dan mengajak pada proses reintegrasi,” kata Haerudin, belum lama ini.

Lebih lanjut Haerudin menjelaskan, penanggulangan paham radikalisme sebagai bibit dari terorisme harus membutuhkan sinergi dari seluruh elemen masyarakat. Karena, strategi melakukan cegah tangkal paham radikalisme tidak bisa mengandalkan elemen pemerintah dari Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) saja.

“Perlu upaya strategis dan sinergis bersama elemen masyarakat, untuk bisa menanggulangi paham radikalisme. Terutama, untuk membentengi generasi muda agar tidak mudah terpengaruh dengan paham radikalisme,” tandasnya. (Budi Aris )