Bagaimana Menyikapi Pemanfaatan Pasukan Siber Sebagai Alat Kepentingan Para Elite Politik di Indonesia?

Sosial Media Buzzer
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Laurence Overmire, seorang penyair, aktor, pendidik, aktivis perdamaian dari Amerika, mengatakan: “Misinformation destroys trust. When you destroy trust, you destroy the bonds that hold society together.” Misinformasi menghancurkan kepercayaan. Ketika Anda menghancurkan kepercayaan, Anda menghancurkan ikatan yang menyatukan masyarakat.

Apalagi seperti kita tahu, disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja diproduksi dan disebarkan dengan maksud untuk menipu opini publik.

Selain itu, menurut Colin Crouch, sosiolog Inggris yang juga pengamat demokrasi, dalam post-democracy yaitu kondisi di mana keterlibatan masyarakat dalam dunia politik bersifat terbatas atau artifisial saja. Selain itu, ada kecenderungan penggunaan cara-cara populisme dan artifisial (post-truth) dalam berpolitik. Karena pada kondisi post-democracy pertarungan ide tidak diperlukan, yang terpenting adalah bagaimana membangun pencitraan dan menyihir emosi pemilih dengan janji-janji politik yang menggiurkan.

Maka, berkembang sebuah kontestasi seputar meningkatkan citra diri dan menjatuhkan kelompok lawan. Yang akhirnya berujung pada pembodohan dan penurunan kualitas demokrasi.

Buzzer medsos
Ilustrasi/Istimewa

Baru-baru ini, riset kolaborasi yang dilakukan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Universitas Diponegoro, KITLV Leiden, Universitas Amsterdam, Universitas Islam Indonesia dan Drone Emprit mengungkapkan, pasukan siber atau cyber troops menjadi alat bagi para elite politik dan elite ekonomi di Indonesia sebagai alat untuk memanipulasi opini publik di media sosial (medsos) guna melancarkan pelbagai kepentingan mereka masing-masing.

Lalu, apakah hasil penelitian LP3ES itu menunjukkan terjadinya dis-informasi dan bahkan post-democracy di Indonesia? Bagaimana menyikapinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Wijayanto (Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES/ Dosen FISIP Universitas Diponegoro Semarang); Wasisto Raharjo Jati (Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI; dan Gita Putri Damayana (Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaMengenal Inovasi Ventilasi Udara Bagi Penderita Covid-19 Karya Siswa SMP N 3 Pati
Artikel selanjutnyaJateng Targetkan Juara Dua di Ajang Peparnas Papua