Banjir di Semarang Terjadi Karena DAS Garang Perlu Konservasi

Kemampuan tanah untuk meresap air di DAS Garang semakin berkurang

Normalisasi Kali Tenggang di Kota Semarang
Alat berat dikerahkan untuk melakukan normalisasi Kali Tenggang di Kota Semarang.

Semarang, Idola 92,6 FM – Banjir besar yang terjadi di awal Februari 2021 kemarin, salah satu faktornya karena Daerah Aliran Sungai (DAS) semakin menyempit dan tergerus dengan perluasan areal permukiman. Oleh karena itu, DAS Garang harus segera dilakukan upaya konservasi mengembalikan lahan sesuai peruntukkannya.

Ahli Peneliti Utama Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Daerah Aliran Sungai (BPPTDAS) Irfan Pramono mengatakan kemampuan tanah untuk meresap air di DAS Garang semakin berkurang, akibatnya daya tampung air tidak mencukupi dan akibatnya terjadi banjir di daerah hilir. Pernyataan itu dikatakannya dalam webinar “Menguak Tabir Banjir Semarang”, Rabu (3/3).

Menurutnya, DAS Garang harus dilindungi secara fungsi dan daya dukungnya serta diperlukan tindakan konservasi tanah dan air sesuai dengan peruntukkannya.

Irfan menjelaskan, konservasi DAS Garang membutuhkan kerja sama dan koordinasi tiga daerah tidak hanya Kota Semarang saja. Tetapi juga melibatkan Kabupaten Semarang dan Kendal, karena DAS Garang berada di ketiga daerah tersebut.

DAS Garang terdiri dari tiga aliran utama, mulai dari Kreo dan Kripik serta Garang Hulu. Apabila tidak dikelola dengan baik, maka banjir terus terjadi. Sehingga, konservasi DAS Garang membutuhkan komitmen Kabupaten Semarang dan Kendal serta Kota Semarang.

“Banjir di daerah bawah Semarang itu, disebabkan kesalahan kita dalam memanage di daerah hulunya. Sehingga, airnya begitu melimpah di daerah hilir. Banjir di Semarang terjadi pada awal tahun ini di tanggal 6 dan 23 Februari. Sebetulnya ada beberapa DAS yang berhilir di Kota Semarang, dan kita ambil salah satunya DAS Garang. DAS Garang ini punya arti penting dan strategis, yaitu sebagai penyangga Kota Semarang. DAS Garang juga berperan pada pemenuhan air bersih untuk masyarakat Kota Semarang,” kata Irfan.

Lebih lanjut Irfan menjelaskan, faktor lainnya penyebab banjir besar di Kota Semarang juga karena penurunan muka tanah sehingga muka laut menjadi lebih tinggi. Setiap tahunnya, terjadi penurunan muka tanah antara 1-20 sentimeter di Kota Semarang.

“Kalau curah hujan tinggi dan ekstrem seperti laporan BMKG, itu memang faktor alam. Tetapi yang bisa dilakukan untuk pencegahannya agar tidak terjadi banjir lagi, dengan meresapkan air dan bukan mengalirkan air. Permukiman dan wilayah-wilayah lain harus dibuat peresapan air, sehingga luasan tanah tidak ditutup dengan bangunan,” pungkasnya. (Bud)