Membaca Langkah Pemerintah dan BI yang Kembali Melakukan Burden Sharing untuk Penanganan Pandemi Covid-19

Perry Warjiyo
Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (Photo: Bank Indonesia)

Semarang, Idola 92.6 FM – Membengkaknya ongkos penanganan Pandemi Covid-19 memicu pemerintah melanjutkan siasat “gali lubang tutup lubang”. Pemerintah dan BI kembali melakukan burden sharing atau skema menanggung beban bersama atau tanggung renteng dalam skema membiayai penanganan Pandemi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Pemerintah dan BI telah sepakat untuk kembali mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Jilid III, guna menambal defisit anggaran negara karena Covid-19.

Sebelumnya Pemerintah dan BI juga sudah melakukan SKB Jilid I dan SKB Jilid II, berdasarkan landasan hukum berupa Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020, UU Bank Indonesia, dan UU tentang Surat Utang Negara (SUN), serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Melalui perjanjian burden sharing dalam SKB Jilid III ini, Pemerintah memastikan bahwa BI akan membeli obligasi Pemerintah yang diterbitkan. Baik itu melalui primary market, private placement, atau yang diterbitkan pemerintah pada pasar keuangan. BI akan membeli surat utang negara senilai Rp215 triliun pada 2021 dan Rp224 triliun pada 2022.

Lantas, membaca langkah Pemerintah dan BI yang kembali melakukan burden sharing atau berbagi beban untuk penanganan Pandemi. Apa artinya? Dan, apa implikasinya? Adakah risiko di baliknya? Hal-hal apa pula yang mesti diperhatikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Yustinus Prastowo (Staf Khusus Menteri Keuangan RI); Bhima Yudistira Adhinegara Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS)); dan Kamrussamad (Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: