Menakar Plus-Minus Wacana Penunjukkan Perwira Tinggi TNI/Polri Menjadi Penjabat Kepala Daerah

TNI Polri
TNI/Polri. (photo: dok Polri)

Semarang, Idola 92.6 FM – Jelang pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024, Pemerintah mulai menimbang-nimbang, wacana menunjuk perwira tinggi TNI/ Polri untuk menjadi penjabat kepala daerah sementara mulai tahun depan.

Karena pemilihan digelar pada waktu yang sama, sementara akhir masa jabatan berbeda-beda, akan ada 23 provinsi dan 248 kabupaten/ kota yang membutuhkan penjabat sementara antara 2022 dan 2024 termasuk di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Hal itu menuai pro kontra. Salah satu yang kontra menilai, pelibatan TNI-Polri bisa menimbulkan konflik kepentingan dalam urusan sipil. Praktik tersebut juga serupa dengan konsep dwifungsi ABRI di era Orde Baru yang telah direformasi.

Lantas, menimbang wacana perwira tinggi TNI/Polri menjadi penjabat kepala daerah sementara mulai tahun depan jelang Pemilu serentak 2024; apa plus- minusnya bagi demokrasi kita? Mestikah atas alasan dalih transisi—pemerintah melanggar prinsip supremasi sipil melalui proses pemilihan langsung?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Mardani Ali Sera (Anggota Komisi II DPR RI/ Ketua DPP PKS); Prof Siti Zuhro (Peneliti Politik dari Pusat Riset Politik BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) Republik Indonesia; dan Muhammad Busyrol Fuad (Manajer Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)). (her/yes/ao)

Dengarkan podcast diskusinya: