Menyorot Penegakan Supremasi Sipil di Lembaga Sipil kita

Andika Perkasa
Andika Perkasa. (Photo/Asiatime)

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo menunjuk Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto pekan lalu. Uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap Andika Perkasa telah dilakukan oleh Komisi I DPR Sabtu (06/11) lalu dan kemudian dibawa ke rapat paripurna DPR Senin (08/11) kemarin.

Namun, dalam tahapannya, fit and proper test mendapat sorotan sejumlah kalangan. Fit and proper test –meminjam bahasa Tempo (08/11) justru seolah mempertontonkan lunturnya semangat supremasi sipil di negeri ini.

Alih-alih menguliti rekam jejak Andika yang antara lain pernah diduga terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), para anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan kemanan malah berlagak seperti supporter. Hal itu ditandai dengan anggota komisi yang diketuai Meutya Hafid itu mengenakan “dresscode” baju hijau mirip pakaian tentara atau army look. Mereka seolah lupa bahwa mereka adalah wakil rakyat yang semestinya meneguhkan supremasi sipil di lembaga sipil.

Anggota Komisi I
Anggota Komisi I kompak selfie menggunakan baju ijo-ijo dengan calon Panglima TNI Jenderal Andika. (Photo/Okezone)

DPR semestinya menjadi sarana untuk evaluasi kritis sekaligus mencari calon pemimpin TNI yang bersih dan mampu memperbaiki tentara. Namun, sebaliknya yang terjadi, Sabtu lalu, gedung DPR kita serasa markas tentara. Tanpa catatan, DPR menyetujui penunjukan Andika sebagai panglima.

Kita ketahui bersama, penegakan supremasi sipil merupakan amanah reformasi 1998. Supremasi sipil merupakan syarat utama negara demokratis yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Seturut konsep ini militer yang memiliki wewenang penggunaan kekerasan mesti berada di bawah kontrol sipil demi menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Anggota Komisi I Army Look
Anggota Komisi I kompak selfie menggunakan baju ijo-ijo dengan calon Panglima TNI Jenderal Andika. (Photo/Twitter/@meutya_hafid)

Sehingga, dalam soal ini, kita mendorong prinsip check and ballances dalam proses fit and proper test Calon Panglima TNI; yang berarti, DPR mestinya benar-benar memeriksa dengan saksama/ apakah calon yang diajukan presiden memang patut.

Maka, mencermati proses fit and proper test Calon Panglima TNI Andika Perkasa, apakah dengan fit and proper test yang kemarin dilakukan Komisi I DPR, termasuk dengan memakai baju mirip pakaian tentara atau army look–tidak semakin menunjukkan kalau DPR hanya “tukang stempel”? Lalu, bagaimana dengan supremasi sipil yang diamanatkan Reformasi 1998?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini/ kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Halili Hasan (Direktur Riset Setara Institute/ Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta); Bivitri Susanti (Ahli Hukum Tata Negara/ salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia); dan Abdul Kharis Almasyhari (Wakil Ketua Komisi I DPR RI). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: