Perlunya Meningkatkan State Capacity melalui Reformasi Birokrasi dan Meritokrasi

Reformasi Birokrasi
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah saat ini tengah berjibaku menanggulangi Pandemi Covid-19 di gelombang kedua. Upaya penanganan dan penanggulangan dampak Pandemi belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sistem yang dibangun belum sepenuhnya didukung instrument ataupun kapasitas perangkat birokrasi yang handal mulai dari Pusat hingga Daerah.

Sehingga, ibarat lokomotif yang menarik gerbong besar, kereta kita saat ini masih terasa lamban berjalan di atas rel. Begitulah state capacity atau kapasitas negara yang bisa digambarkan layaknya lokomotif–di mana berbagai persoalan dan tanggung jawab negara adalah gerbong besar yang mesti ditarik. Sehingga, jika kapasitas negara bertenaga kecil, maka akan semakin lambat jalannya. Dan sebaliknya, semakin besar tenaga lokomotifnya maka akan semakin lari kencang jadinya.

Kapasitas negara adalah kemampuan pemerintah untuk mencapai tujuan kebijakan baik secara umum maupun pada tujuan tertentu seperti pada kasus pandemic Covid-19 ini. Sebuah negara yang kekurangan kapasitas didefinisikan sebagai negara rapuh atau, dalam kasus yang lebih ekstrim, disebut sebagai negara gagal.

Maka, keberhasilan pemerintah dalam menghadapi Pandemi Covid-19 serta pemulihan kehidupan sosial-ekonomi bergantung pada kapasitas negara. Yang dalam definisi Yanuar Nugroho, Mantan Deputy Kepala Staf Keprisidenan: kemampuan menjalankan (men-deliver) pembangunan.

Lalu, mengapa kapasitas negara menjadi kunci dalam keberhasilan implementasi program pemerintah? Apa kaitan kapasitas negara dengan perencanaan pembangunan dan pembuatan kebijakan publik? “Sudahkah pemerintah secara sadar dan terencana, membangun kapasitas negara?”

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Yanuar Nugroho (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance; Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia; Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura; Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019); Andy Fefta Wijaya (Pengamat Kebijakan Publik Universitas Brawijaya Malang/ dari Lembaga Administrasi Negara (LAN)); dan Eko Prasojo (Guru Besar Universitas Indonesia/ Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) periode 2011-2014). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: