Refleksi Tragedi Mei 1998: Bagaimana Mendorong Penuntasan Pelanggaran Berat HAM?

Mei 98

Semarang, Idola 92.6 FM – Tak terasa, lebih dari 20 tahun tragedi berdarah peristiwa Mei 1998 telah berlalu. Namun, hingga kini keluarga korban pelanggaran berat HAM Mei 1998, masih menanti penuntasan kasus itu. Rezim pemerintahan sudah beberapa kali berganti, tetapi penanganan pelanggaran HAM tersebut belum terwujud.

Meski demikian, keluarga korban pelanggaran berat HAM menolak menyerah. Mereka terus mengetuk hati pihak berwenang agar beban sejarah bangsa itu bisa dituntaskan sehingga tidak melanggengkan impunitas bagi para pelakunya. Kita ketahui, mereka secara rutin menggelar aksi Kamisan di depan Istana Negara Jakarta selama bertahun-tahun setiap hari Kamis. Dan, seperti kita lihat, negara seolah tak serius merespons aksi mereka.

Hasil Jajak Pendapat Kompas bulan April lalu, 80 persen responden menganggap pelanggaran HAM Mei 1998 belum tuntas atau tuntas sebagian. Sebanyak 59,7 persen responden mendorong penuntasan melalui peradilan. Dan, kabar terkini, Pemerintah akan mengupayakan penyelesaian nonyudisial, tetapi tak menutup pintu penyelesaian yudisial.

Lantas, merefleksi tragedi Mei 1998: bagaimana mendorong penuntasan kasus pelanggaran berat HAM Mei 1998? Jika belum dan masih berlarut-larut hingga lebih dari dua dekade—di mana pokok pangkalnya? Dan, apa sesungguhnya hambatannya? Atau, akankah negara kan selalu menanggung utang sejarah, pelanggaran HAM berat?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Kepala Divisi Impunitas KontraS, Tioria Pretty Stephanie. (her/yes/ao)

Dengarkan podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaGelombang II Covid-19: Kita Tak Berharap, Namun Apabila Terjadi, Sudahkah Kita Siap?
Artikel selanjutnyaRibuan Pemudik Diketahui Positif Covid-19: Lalu, Bagaimana Mestinya Upaya Membendung agar Tak Semakin Meluas?