Bagaimana Cara Negara Dalam Memagari Pejabatnya agar Tak Menggadaikan Etika?

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (dua dari kanan) bersama anaknya, Futri Zulya Savitri, dalam agenda PAN-Sar Murah di Bandar Lampung, Sabtu 9 Juli 2022. (Photo/Dok.PAN)

Semarang, Idola 92.6 FM – Penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya, serta mampu membebaskan diri dari praktik KKN. Demikian tertuang dalam pasal 2 ayat (1) ketetapan Nomor XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. (Dikutip dari Tajuk Rencana Kompas, 14 Juli 2022).

Bunyi ketetapan ini mengingatkan kita pada sikap Presiden Joko Widodo yang menegur para menterinya. Tercatat, tahun ini, Presiden sekurangnya tiga kali mengingatkan menterinya untuk fokus bekerja. Apalagi, tantangan yang kini dihadapi, terutama bidang eonomi tidak mudah.

Terkini, setelah menjadi sorotan publik, Presiden menegur Mendag Zulkifli Hasan usai mengikuti Program PAN-sar Murah di Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung, Sabtu pekan lalu. Hal itu dipicu tindakan Zulkifli Hasan yang mengajak ibu-ibu yang hadir untuk memilih putrinya, Futri Zulya Savitri, di Pemilu nanti sambil membagikan minyak goreng. Singkat kata, Zulkifli melakukan kampanye untuk anaknya! Mengingat anaknya merupakan pengurus DPP PAN dan calon legislatif PAN Dapil Lampung 1.

Tak hanya ditegur oleh Presiden, apa yang dilakukan Zulkifli itu pun menuai reaksi publik. Meski kampanye dilakukan saat acara partai, Zulkifli Hasan dianggap mencampuradukkan tugas negara dengan kepentingan politik yang seharusnya tak patut ia lakukan.

Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar dan memiliki keteladanan.

Namun, melihat kasus Mendag Zulkifli Hasan, kita bertanya-tanya, kalau toh katakan, semua pejabat menteri pasti akan ‘menggadaikan’ etika, maka bagaimana negara melalui perangkat undang-undang  memagarinya? Apakah dalam kasus Zulkifli Hasan pagar itu sudah berfungsi? Bagaimana mengoptimalkan aturan main, agar pejabat publik dipaksa untuk amanah dan etis?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof Firman Noor (Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)), Ray Rangkuti (Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA)), dan  Hendri Satrio (Pakar komunikasi politik/ Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: