Bagaimana Indonesia Mencegah “Brain Drain” Sekaligus Menjadi Daya Tarik bagi Talenta-talenta Hebat?

Brain Drain
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Jokowi baru-baru ini, meminta salah satu talenta anak terbaik bangsa yang kini berkarir di luar negeri untuk pulang ke negeri sendiri. Presiden berharap, pemikiran Ainun Najib, salah satu pemuda Nahdlatul Ulama (NU) yang saat ini bekerja di Singapura bisa memberi kontribusi lebih bagi kemajuan bangsa. Itulah kenapa Presiden ingin memulangkan Ainun Najib dari Singapura.

Keinginan Presiden itu disampaikan saat berpidato di acara pengukuhan Pengurus Besar dan Hari lahir ke-96 NU di Balikpapan, Senin 31 Januari lalu.

Hal yang sama pernah ramai terdengar. Pada saat awal Pandemi Covid-19 melanda dunia, Indra Rudiansyah, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi S3 untuk meraih gelar doktor di Universitas Oxford dipercaya terlibat dalam pengembangan vaksin Covid-19 AstraZeneca. Kabarnya waktu itu ia dirayu oleh Eric Tohir, agar pulang ke Indonesia untuk mengembangkan riset di negeri sendiri.

Permintaan Presiden dan keinginan menteri BUMN itu bukan hanya wajar dan baik tetapi juga sangat penting dalam mempertahankan talenta-talenta yang ada. Akan tetapi, menyikapi fenomena brain drain (mengalir keluarnya talenta-talenta ke luar negeri) tentu tak cukup hanya berbekal keinginan saja. Karena perlu dilihat, apa saja akar yang menyebabkan talenta kita ingin pergi dan bekerja di luar? Apakah karena kurangnya apresiasi? Atau kurangnya dukungan dan kesempatan? Atau, karena prospek masa depan mereka yang tak pasti (mengacu tak tertampungnya para tenaga riset pada saat beberapa badan riset diintegrasikan ke dalam BRIN)?

Lalu, bagaimana agar negara tak hanya sekedar mampu mempertahankan, akan tetapi bahkan menarik bagi datangnya talenta-talenta terbaik bangsa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Laksana Tri Handoko (Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)); Yanuar Nugroho (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance; Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia; Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura; Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019); dan Andy Bangkit Setiawan, Ph.D (Dosen Udinus Semarang/ mantan Associate Professor Nagoya University). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: