Bagaimana Menghidupkan Fungsi Keluarga?

Keluarga
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Beberapa waktu lalu dalam momen peringatan Hari Keluarga Nasional tahun 2022, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto menyatakan, akan berupaya melakukan “Optimalisasi delapan fungsi keluarga, yakni: agama, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan untuk mewujudkan keluarga yang berketahanan.” 

Seruan itu tentu sesuatu yang sangat ideal dan diidam-idamkan oleh setiap warga, sebab keluarga merupakan ruang pendidikan pertama bagi setiap manusia. Namun, pertanyaannya kemudian, “Sudahkah hal itu betul-betul diupayakan?” Karena, jika kita membaca berita dalam beberapa waktu belakangan, masih banyak keluarga yang belum menjadi “Ruang bersemainya cinta kasih”, sehingga masih banyak anak-anak yang melakukan bullying pada anak lain, bahkan sampai mengakibatkan korban meninggal dunia.

Atau pada kasus lain, masih ada keluarga yang masih belum sepenuhnya menjadi “pelindung” bagi anak-anak yang sedang bertumbuh. Ini bisa dilihat dari kasus seorang ibu yang tega merantai anaknya hingga kelaparan.

Lantas, apa kabar keluarga Indonesia? Apakah rencana “Optimalisasi delapan fungsi keluarga“ seperti yang disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK- sudah mulai dijalankan? Lalu, sudah sampai di manakah pelaksanaannya?

Selain itu, di luar upaya pemerintah, apa bentuk partisipasi yang mestinya bisa dilakukan oleh masyarakat sendiri? Upaya apa saja yang secara pro aktif perlu kita kerjakan untuk menghasilkan generasi bangsa yang unggul?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof Euis Sunarti (Guru Besar Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga IPB University), Dra Retno IG Kusuma, M. Kes (Psikolog/ Direktur Pradnyagama Pusat Layanan Psikologi Bali), dan Anggi Afriansyah (Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: