Menyorot Pro Kontra Pemblokiran Beberapa Situs dan Game Online oleh Kominfo

Steam Blocked
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemblokiran beberapa situs dan game online per tanggal 30 Juli lalu oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menuai pro kontra di berbagai kalangan.

Beberapa situs yang diblokir, yaitu PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA). Pemblokiran dilakukan, lantaran situs-situs itu tidak mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Pemblokiran ini pun kemudian berdampak luas, bukan hanya soal para gamer yang tidak bisa main games karena diblokir, karena pemblokiran PayPal, misalnya berakibat fatal khususnya bagi para pekerja kreatif kita yang melayani permintaan asing karena kehilangan akses ke pembayaran yang menjadi HAK-nya. Sementara klien-klien di Luar Negeri, tidak mungkin mau kalau didesak untuk antre di bank hanya untuk membayar order mereka.

Warganet pun menuangkan kekecewaan mereka dengan beragam cara. Salah satunya lewat tanda pagar (tagar) #BlokirKominfo yang mendominasi linimasa Twitter dalam beberapa hari belakangan.

Mereka menilai, Kominfo seharusnya lebih perhatian kepada situs-situs pornografi dan judi online yang marak. Menurut warganet, Kominfo mestinya memblokir platform-platform tersebut.

Menyikapi protes warga, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan meminta maaf atas pemblokiran yang dilakukan. Menurutnya, hal itu dilakukan demi ‘menciptakan ruang digital yang kondusif, aman, dan nyaman’.

Lalu, ketika pemblokiran beberapa situs dan game online oleh Kementerian Kominfo menuai pro kontra; apa sesungguhnya target dan tujuan kominfo dalam pemblokiran ini? Benarkah hanya untuk “mengatur”? Tapi, bagaimana dengan para pekerja kreatif kita yang tidak dapat mengakses keuangan yang menjadi HAK-nya? !

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Dr Solichul Huda (Pakar IT Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang), Nailul Huda (Pengamat ekonomi digital dari Institut for Development of Economics and Finance (INDEF)), dan Semuel Abrijani Pangerapan (Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaDHM Bangkitkan Industri Hotel di Wilayah Tapal Kuda
Artikel selanjutnyaPertamina Investigasi Penyebab Kecelakaan Truk Tangki di Tanah Putih