Menyoroti Kasus Intelijen Polri yang Menyamar Menjadi Wartawan

Bagaimana agar Ke Depan Tak Ada Lagi Cara-cara Seperti Ini?

Polisi
Photo/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Sosok Iptu Umbaran Wibowo yang baru dilantik sebagai Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah mendadak jadi sorotan publik. Sebab, Iptu Umbaran Wibowo selama ini dikenal sebagai wartawan di salah satu media televisi di Jawa Tengah. Tak tanggung-tanggung, Iptu Umbaran disebut telah menjalani profesi tersebut selama 14 tahun.

Kabarnya, Iptu Umbaran adalah seorang intel yang selama ini menyamar jadi wartawan kontributor TVRI Jawa Tengah.

Masuknya intel ke ranah pers sontak mengundang perhatian publik, khususnya di kalangan organisasi profesi wartawan dan pegiat demokrasi. Mereka menilai, upaya intelijen Polri menyusup ke pers ini seolah-seolah negara tidak percaya kepada institusi yang mengawasi dia, yaitu pers.

Bahkan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai, praktek tersebut merupakan tindak memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia.

Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi aturan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Pers. Pasal 6 Undang-Undang Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Selain itu, pers memiliki imunitas dan hak atas kemerdekaan dalam melakukan kerja-kerjanya. Dengan menyusupkan polisi pada media, Kepolisian juga dianggap telah mengabaikan hak atas kemerdekaan pers.

Dalam kasus ini, Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan.

Lantas, menyoroti kasus intelijen yang menyamar menjadi wartawan selama 14 tahun, apa pentingnya menempatkan intelijen ke institusi Pers, pada saat negara kita menganut demokrasi–di mana pers adalah Watch Dog (anjing penjaga) yang mengawasi jalannya pemerintahan? Di sisi lain, apakah intelijen jadi wartawan ini, memang by design atau hanya kebetulan saja? Bagaimana agar ke depan, tidak ada lagi cara- cara seperti ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Wakil Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya; Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia , Sasmito Madrim; dan Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: