Bagaimana Mengatasi Peluang Jual-Beli Perkara melalui Restorative Justice?

Jual Beli Perkara Ilustrasi
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Restorative justice adalah sebuah proses di mana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu, bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama dalam rangka menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut (demi kepentingan masa depan).

Dari definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penyelesaian dalam suatu tindak pidana dengan mengunakan restorative justice lebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berperkara dengan kepentingan masa depan.

Namun, pada praktiknya di lapangan, hal itu justru menimbulkan ekses baru; yakni praktik jual-beli penyelesaian perkara melalui restorative justice. Hal itu diungkapkan oleh anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Komjen Pol (Purn.) Adang Darajatun. Adang menyebut, ada praktik jual-beli penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif atau restorative justice yang terjadi di lapangan selama ini. Hal itu disampaikan Adang dalam rapat kerja dengan LPSK di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/01).

Meski demikian, Adang tak merinci di mana dan kapan saja praktik jual beli restorative justice yang dia temukan tersebut. Ia mengatakan, konsep restorative justice kini mulai bergeser.

Ia tak ingin praktik dugaan jual beli restorative justice ini justru membuka kesempatan kepada masyarakat berkemampuan ekonomi tinggi untuk ‘membeli keadilan’.

Lalu, menyikapi penyelesaian perkara melalui restorative justice yang pada praktiknya malah membuka peluang jual-beli, apanya yang salah? Lalu, bagaimana mengatasinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Adang Daradjatun (Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS juga sebagai Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR), Dr Azmi Syahputra (Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (ALPHA)/ Dosen hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta), dan Prof Esmi Warassih Pudjirahayu (Pakar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro, Semarang). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: