Bagaimana Mengedukasi Publik Mengenai Dampak Buruk Mengonsumsi Minuman Berpemanis?

Minuman Berpemanis
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Satu dari empat anak di bawah usia 17 tahun setiap hari mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan. Data menunjukkan, 25,9 persen anak usia kurang dari 17 tahun setiap hari mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK.

Data itu dikutip dari survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Juni 2023 di sepuluh kota di Indonesia. Selain itu, survei juga mengungkap, sebanyak 31,6 persen anak—setidaknya 2 hingga 6 kali dalam seminggu mengonsumsi MBDK.

Survei tersebut dilakukan pada 800 responden yang dipilih secara acak berjenjang di sepuluh kota, yakni Medan, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Kupang. Respondennya berusia 17 tahun ke atas yang sekaligus mewakili pola konsumsi rumah tangga, termasuk pada anak.

Tingginya konsumsi MBDK pada masyarakat, terutama anak-anak, patut menjadi perhatian bersama. Kebiasaan mengonsumsi minuman berpemanis menjadi penyebab berbagai penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus tipe 2 dan obesitas.

Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan agar setiap negara dapat menaikkan pajak pada minuman alkohol dan minuman berpemanis. Penerapan pajak tersebut diharapkan dapat mendorong perilaku hidup sehat di masyarakat. Saat ini, 108 negara telah menerapkan cukai atas minuman berpemanis. Namun, besaran rata-rata cukai yang diterapkan hanya sebesar 6,6 persen yang masih dianggap terlalu rendah. Sementara, Indonesia, hingga kini masih menunda penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan.

Lalu, bagaimana langkah pemerintah dan masyarakat dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk minuman berpemanis dalam kemasan? Bagaimana mengedukasi publik mengenai dampak buruknya? Atas semakin meningkatnya anak yang mengonsumsi minuman berpemanis—tidakkah semakin mendesak penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber dr. Gisella Tellys ( Advocacy Officer for Food Policy Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)) dan Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp.A (K) (Ketua IDAI Cabang Jateng). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: