Muncul Gugatan Usia Maksimal Capres dan Cawapres 70 Tahun

Apakah Batas Umur Menjadi Domainnya Mahkamah Konstitusi?

Mahkamah Konstitusi
Photo/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Jelang Pemilu 2024, Gugatan syarat usia capres/cawapres terus bermunculan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bila sebelumnya PSI meminta syarat capres/cawapres turun menjadi 35 tahun, kini muncul gugatan lain. Yaitu, agar usia maksimal capres/cawapres juga diatur yaitu maksimal 70 tahun. Gugatan ini diajukan oleh Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.

MK diminta menetapkan calon yang akan maju dalam Pemilihan Presiden 2024 tidak boleh berusia lebih dari 70 tahun.

Untuk diketahui, dari 3 capres yang sudah mendeklarasikan diri, mereka memiliki usia yang berbeda-beda. Ganjar Pranowo lahir pada 28 Oktober 1968 dan kini berusia 54 tahun. Pada 23 Oktober nanti berusia 55 tahun. Sedangkan Anies Baswedan lahir pada 7 Mei 1969 dan kini berusia 54 tahun. Adapun Prabowo Subianto lahir pada 17 Oktober 1951 dan kini berusia 71 tahun. Pada 17 Oktober nanti berusia 72 tahun.

Permohonan ini diklaim pemohon bukan untuk menghalangi calon presiden tertentu untuk mengikuti kontestasi. Akan tetapi, pengujian konstitusionalitas Pasal 169 Huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut dimaksudkan untuk menyamakan usia maksimal presiden dengan pejabat publik lain. Misalnya, usia Hakim konstitusi maksimal adalah 70 tahun. Usia Ketua Mahkamah Agung maksimal adalah 70 tahun. Usia Wakil Ketua Mahkamah Agung maksimal adalah 70 tahun, dan usia hakim agung maksimal berusia 70 tahun.

Lalu, apakah batas umur menjadi domainnya Mahkamah Konstitusi? Bukankah, soal umur termasuk open legal policy yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang (parlemen), bukan kewenangan MK? Kemudian, apa sesungguhnya alasan prinsipil di balik pembatasan umur capres-cawapres?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang, Dr Aan Eko Widiarto dan Pengamat Politik/Dosen FISIP Universitas Indonesia, Aditya Perdana, Ph.D. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: