Bagaimana agar Kita Tak Seperti Pepatah, “Bagai Anak Ayam Mati di Lumbung Padi?”

Beras Mahal
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam beberapa waktu belakangan, rakyat dihebohkan dengan kenaikan harga beras. Di sisi lain, lonjakan harga beras belum sepenuhnya menguntungkan petani. Alih-alih menikmati keuntungan, mereka justru terancam kehabisan beras. Cadangan gabah petani mulai menipis, sedangkan masa panen masih berbulan-bulan lagi. Sehingga, sebagian petani harus mengantre beras murah.

Kenaikan harga beras diduga terjadi lantaran minimnya stok beras dari distributor sehingga di antara para pedagang berebut membeli stok beras dengan saling meninggikan harga tawar. Selain itu, minimnya stok beras juga dipicu oleh fenomena El Nino.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, melambungnya harga beras di pasar tradisional lantaran dipicu permintaan masyarakat yang tak sebanding dengan ketersediaan barang di tingkat petani. Menurutnya setelah berkeliling ke sejumlah daerah beberapa waktu lalu, diketahui kenaikan harga beras terjadi pada jenis beras premium dan beras lokal.

Lalu, di negeri yang disebut negeri agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani maka kondisi ini sesungguhnya ironi. Apa yang salah dengan kebijakan pertanian atau perberasan kita? Benarkah, memang tak ada keberpihakan pada para petani, sehingga persoalan ini seperti lingkaran setan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Pakar Pertanian dari Universitas Jember dan Pemerhati Ketahanan Pangan Nasional, Prof Achmad Subagio. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: