Semarang, Idola 92.6 FM – Kisah Mbah Tupon asal Bantul Yogyakarta, dalam beberapa waktu belakangan menyita perhatian publik. Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon menjadi sorotan sekaligus mengundang simpati publik. Semua berawal ketika ia menjual sebagian tanahnya kepada seseorang. Dan, kemudian orang itu diduga bekerja sama dengan pihak lain memperdaya Tupon. Akibatnya, warga Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan Bantul itu kini terancam kehilangan sisa tanah seluas 1.655 meter persegi beserta rumahnya.

Laki-laki buta huruf itu diduga dijebak sehingga mau menandatangani beragam berkas dan menyerahkan sertifikat tanahnya kepada seseorang yang ia percayai. Sertifikat lahan dan rumahnya berganti atas nama orang lain dan dijadikan agunan di salah satu bank untuk pinjaman Rp1,5 miliar dalam status macet. Kini, ruang hidup Tupon dan keluarganya masuk proses lelang.

Atas nasib yang dialaminya, Bupati Bantul hingga Kantor Pertanahan Bantul berupaya membantu Tupon untuk mendapatkan haknya kembali.

Lalu, bagaimana mestinya langkah preventif yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah warga yang โ€˜buta hurufโ€™ seperti Mbah Tupon agar tidak jadi korban penipuan? Apa persisnya bentuk perlindungan negara untuk melindungi rakyat kecil dari penipuan seperti yang menimpa Mbah Tupon ini? Bukankah, negara mesti hadir? Apa yang masih bisa dilakukan untuk menyelamatkan tanah mbah Tupon?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dosen Antropologi Sosial FISIP Universitas Indonesia, Suraya Afiff, Ph.D dan Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika.ย (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: