ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM-Belakangan ini, publik kembali diguncang oleh kabar duka dari Kabupaten Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. Seorang siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer bernama Angga Bagus Perwira (12 tahun) diduga menjadi korban bullying rekan sekelasnya.

Perundungan yang dialaminya bukan hanya satu kali melainkan berulang–berupa kekerasan verbal dan fisik. Pada Sabtu lalu (11 Oktober 2025)/ nyawa Angga tak tertolong akibat luka yang dialami. Kejadian ini kembali mengingatkan kita bahwa bullying bukan sekadar “kenakalan remaja” tetapi ancaman serius terhadap hak hidup, rasa aman, dan integritas peserta didik.

Statistik menunjukkan bahwa kasus bullying di dunia pendidikan Indonesia tidak kecil dan cenderung meningkat. Jaringan pemantau pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sebanyak 573 kasus kekerasan dan perundungan di lingkungan pendidikan terjadi selama tahun 2024 (yang meliputi mislanya sekolah, madrasah, pesantren). Dari catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sepanjang tahun 2023 terdapat setidaknya 30 kasus bullying di sekolah yang dilaporkan (mayoritas terjadi di jenjang SMP).

Kemudian, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melaporkan bahwa dari 2 ribu lebih kasus pelanggaran anak sampai Agustus 2023, 87 kasus terjadi di satuan pendidikan terkait perundungan. Data UNICEF juga menunjukkan bahwa sekitar 45% anak-anak dan remaja (usia 14-24 tahun) pernah mengalami perundungan daring (cyberbullying). Lebih tragis lagi, bullying memiliki hubungan yang kuat terhadap risiko bunuh diri bahkan disebut bahwa “hampir 40% kasus bunuh diri anak di Indonesia terkait bullying.”

Berdasarkan data dan angka-angka kasus bullying tersebut bisa dikatakan persoalan utama bullying bukan hanya pada korban dan pelaku saja tetapi sistem sekolah, budaya sosial, pola asuh, kebijakan pendidikan, serta peran lingkungan sekitar, keluarga dan masyarakat.

Maka, mengurai persoalan ini, bagaimana memutus rantai bullying di lingkungan sekolah? Apa sesungguhnya faktor dominan yang membuat siswa memenjadi pelaku atau menjadi korban bullying: apakah kurangnya pendidikan karakter, permodelan kekerasan di lingkungan, tekanan sosial, media, atau faktor internal seperti emosi dan motivasi? Bagaimana pula peran keluarga dalam mencegah bullying?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Ina Liem (Pengamat Pendidikan) dan Prof Tri Marhaeni Pudji Astuti (Dosen Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (UNNES)). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaCMSE 2025: Pasar Modal untuk Rakyat, Satu Pasar Berjuta Peluang
Artikel selanjutnyaTiga Ton Beras SPHP Disediakan Polri Lewat Pasar Murah
Radio Idola Semarang
Radio Idola Semarang menghayati semangat Positive Journalism. Radio Idola Semarang, Memandu Dan Membantu.