Kenapa Fenomena Bullying di Lingkungan Sekolah Tak Kunjung Surut, Sudahkah Kita Memahami Akarnya?

Bullying
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Lingkungan pendidikan di sekolah seharusnya menjadi ekosistem yang nyaman serta aman bagi seluruh warga sekolah. Namun, jauh panggang dari pada api, beberapa sekolah justru menjadi tempat bersemainya kekerasan dan bullying. Kekerasan masih terjadi di mana-mana dan kapan saja.

Kekerasan di lingkungan sekolah kembali menjadi sorotan. Dalam beberapa waktu belakangan, setidaknya ada lima kasus indikasi kekerasan di sekolah dalam periode satu bulan terakhir.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan di sekolah masih menjadi isu yang serius dan memerlukan tindakan darurat dari semua pihak terkait.

Lima kasus kekerasan itu antara lain: kasus guru mencukur rambut siswi di Lamongan karena tidak memakai jilbab sesuai aturan sekolah. Kemudian, seorang guru madrasah aliyah di Kecamatan Kebonagung, Demak dibacok siswa saat asesmen tengah semester berlangsung. Pelaku siswa diduga tidak diperbolehkan ikut ujian karena belum mengumpulkan tugas. Dan, yang juga sempat viral, eorang siswa dipukuli dengan bertubi-tubi atau dibully oleh siswa lain sambil direkam oleh siswa lainnya. Pelaku dan korban diduga dari SMP Negeri 2 Cimanggu, Cilacap.

Dari beberapa kasus kekerasan yang terjadi, hampir sebagian besar kasus diduga dilatarbelakangi aksi bullying.

Atasnya maraknya kasus kekerasan di sekolah, Pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya antisipasi tahun ini. Hal itu termaktub dalam regulasi Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, pada Agustus lalu. Namun, ternyata kasus kekerasan juga masih saja terjadi. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritik, Permendikbudristek tersebut seolah hanya macan kertas. Galak di tulisan, tapi lemah dalam implementasi di sekolah.

Lantas, kenapa fenomena bullying di lingkungan sekolah tak kunjung surut? Sudahkah kita memahami akarnya? Sejauh mana telah terbangun sinergi antara sekolah, keluarga dan masyarakat untuk mengatasi kasus-kasus serupa di kemudian hari?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Iman Zanatul Haeri (Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)), Dr. Itje Chodidjah, M.A (Pendidik dan juga sebagai Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO), dan Retno Listyarti (Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017-2022 dan Ketua Dewan Pakar FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: