Kepala Kanwil DJP I Nurbaeti Munawaroh (kiri) bersama Ketua Umum Hipmi Jateng Teddy Agung Tirtayadi usai beraudiensi.

Semarang, Idola 92,6 FM-Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I berkolaborasi dengan Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jateng, membahas program pengembangan usaha.

Kepala Kanwil DJP Jateng I Nurbaeti Munawaroh mengatakan kolaborasi dengan BPD Hipmi Jateng disambut baik, karena pihaknya memiliki program Business Development Services (BDS) yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kapasitas para wirausaha. Hal itu dikatakan usai menerima kunjungan Ketua Umum Hipmi Jateng Teddy Agung Tirtayadi di Gedung Keuangan Negara II Semarang, kemarin.

Menurut Nurbaeti, DJP Jateng I siap menyambut baik rencana-rencana pengembangan usaha yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kapasitas para wirausahawan.

“Lalu terkait edukasi, saat ini kami telah menggencarkan edukasi, namun jika dirasa kurang nanti kami akan menginstruksikan kepada seluruh unit instansi vertikal di bawah kami untuk meningkatkan edukasi, terutama berkolaborasi dengan Hipmi di daerah,” kata Nurbaeti.

Nurbaeti menjelaskan, terkait kerja sama tax center, akan dibahas bersama sehingga bisa efektif menjembatani program yang ada.

Ketua Umum Hipmi Jateng Teddy Agung Tirtayadi menambahkan, beberapa isu terkait pengembangan usaha khususnya untuk UMKM, memang dibutuhkan kolaborasi guna meningkatkan kapasitas UMKM dari sisi manajerial usaha dan kewajiban pajak.

“Kami menyampaikan aspirasi, agar para pengusaha, terutama yang UMKM diberikan pendampingan dalam pengembangan usaha dari sisi manajerial seperti diberi bantuan pelatihan pembukuan, branding produk dan lainnya yang bisa meningkatkan skala usaha,” ujar Teddy.

Menurut Teddy, terkait rencana kerja sama pembentukan Hipmi Tax Center sebagai wadah edukasi hingga layanan konsultasi perpajakan diharapkan bisa terbentuk.

“Kami membutuhkan edukasi lebih masif lagi, karena masih banyak yang belum tahu hak dan kewajiban perpajakannya. Seperti informasi mengenai batasan tidak kena pajak untuk omzet kurang dari Rp500 juta, sehingga tidak terjadi mis informasi dan seolah-olah kami tidak taat pajak, padahal yang terjadi minimnya informasi yang kami peroleh,” pungkasnya. (Bud)