ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Lagi-lagi, kasus bunuh diri pada remaja terjadi. Ini membuat kita sedih sekaligus prihatin bercampur khawatir.

Terkini, terjadi pada mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinisial DA. Ia loncat dari Jembatan Jurug ke Sungai Bengawan Solo, baru-baru ini.

Menurut keterangan pihak kampus UNS, DA merupakan mahasiswa semester VIII dan diketahui telah menyelesaikan skripsi dan sudah menjalani sidang. DA kini tinggal mengurus administrasi wisuda. Pihak kampus juga telah mengetahui kondisi kejiwaan mahasiswi tersebut dan telah memberikan rekomendasi kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

Kondisi ini tentu saja membuat kita miris karena kasus semacam ini dalam beberapa tahun kerap terjadi di beberapa kampus. Kasus-kasus ini sekaligus menunjukkan bahwa persoalan kesehatan mental tak bisa dianggap remeh. Ia bisa dialami siapa saja dan di mana saja tanpa memandang status sosial serta tingkat pendidikan.

Berdasarkan data WHO, lebih dari 700.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun. Di Indonesia, data dari POLRI menunjukkan bahwa angka kematian akibat bunuh diri pada 2023 meningkat menjadi 1.350 kasus, dari 826 kasus pada tahun sebelumnya. Namun, bak fenomena gunung es, angka ini diprediksi lebih besar dari yang dilaporkan.

Sementara dilansir dari laman Kemenkes, sebanyak 6,1 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental. Bahkan, gangguan kesehatan mental pada Gen Z meningkat hingga 200 persen.

Dikhawatirkan persoalan ini dapat berkontribusi pada produktivitas nasional. Sehingga, dapat menghambat Indonesia dalam transisi menuju Indonesia Maju 2045 mendatang.

Lalu, memahami gangguan kesehatan mental di kalangan remaja yang kian mengkhawatirkan; apa sesungguhnya pemicunya? Apa saja gejala seseorang mengalami gangguan kesehatan mental? Dan, bagaimana langkah preventif untuk mengantisipasinya? Di lingkup Keluarga: pola asuh seperti apa yang mesti dilakukan dalam upaya mencegahnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: dr Linda Kartika Sari, Sp.KJ (dokter Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang) dan Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D. (Psikolog dan Aktivis Kesehatan Mental Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta).ย (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: