Semarang, Idola 92.6 FM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan kajian mendalam setelah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) mengeluarkan direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN dari kategori penyelenggara negara.

Perubahan ini bukan hanya perubahan redaksi. Karena hal ini akan berdampak pada penanganan kasus di mana para anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN tidak memiliki kewajiban lagi untuk melaporkan harta kekayaannya. Padahal, KPK kerap kali menemukan dan menyidik kasus korupsi yang bermula dari pemeriksaan harta kekayaan. Selain itu, KPK juga tidak bisa lagi menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret bos BUMN. Setidaknya, hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.

Dalam melakukan kajian, KPK akan menyandingkan juga peraturan dan ketentuan lainnya seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Undang-undang Keuangan Negara, dan lainnya.

Lalu, ketika aturan baru dalam Undang-Undang BUMN “melarang” KPK menangkap direksi & komisaris BUMN, apa tujuannya? Serta, apa implikasinya ketika aturan ini ditetapkan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto/ Tergabung juga dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi) dan Zaenur Rohman (Sekjen Caksana Institute for Law and Policy Reform). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaBawa Uang Rp3,6 Miliar, BI Jateng Layani Kas Keliling di Karimunjawa
Artikel selanjutnyaMembaca Maju Mundurnya Mutasi atas Letjen Kunto Arief Wibowo, Benarkah Ada Tarik Ulur Politik Di baliknya?