photo/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Menteri Pendidikan Dasar dan Me nengah Prof Abdul Mu’ti menanggapi kebijakan larangan wisuda sekolah yang belum lama ini dikeluarkan Gubernur Provinsi Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Mendikdasmen menilai, acara wisuda sekolah boleh digelar selama tidak memberatkan orang tua siswa.

Menurutnya, yang terpenting, acara wisuda sekolah tidak dibuat secara berlebihan dan tidak dipaksakan. Ia pun menuturkan, acara wisuda adalah tanda syukur siswa karena telah berhasil menyelesaikan Pendidikan. Acara wisuda, juga dapat menjadi momen untuk mengakrabkan antara para orang tua, murid, dan pihak sekolah. Untuk itu, ia pun menyerahkan pelaksanaan kegiatan wisuda sepenuhnya kepada masing-masing sekolah.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi sempat berdebat dengan remaja yang baru lulus dari SMAN 1 Cikarang Utara terkait pelarangan sekolah menggelar wisuda pada Sabtu (26/04) pekan lalu. Remaja bernama Aura Cinta tersebut mengkritik larangan wisuda dan acara perpisahan sekolah, yang menurutnya penting sebagai momen kenang-kenangan dengan teman-teman sekolah.

Waktu itu, Kang Dedi menegaskan bahwa inti kenang-kenangan tidak terletak pada seremoni wisuda melainkan pada perjalanan belajar selama bertahun-tahun. Kang Dedi pun menjelaskan konsep wisuda seharusnya hanya diterapkan di jenjang perguruan tinggi bukan di tingkat TK, SD, SMP, atau SMA.

Lalu, apa sesungguhnya tujuan baik diperbolehkannya wisuda di sekolah? Dan, apa keburukan yang mendorong acara wisuda sekolah harus dihilangkan? Di balik polemik ini, apa sesungguhnya hal yang lebih substansial dalam masa kelulusan siswa di sekolah?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Pengamat Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, T. Novi Poespita Candra, PhD. L. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: