Semarang, Idola 92.6 FM – Mungkin Anda tidak menyangka. Sayapun tidak menyangka kalau Singapura, negara Kecil yang dikenal makmur kini terancam bangkrut. Singapura kini tengah menghadapi gelombang kebangkrutan terparah dalam satu decade terakhir ini terutama di sektor restoran. Lebih dari 300 restoran, dilaporkan tutup setiap bulannya sepanjang tahun 2025. Fenomena itu, menjadikan tahun ini sebagai tahun dengan angka kebangkrutan tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai perbandingan, tahun 2022 dan 2023 rata-rata sekitar 230 kios makanan tutup setiap bulannya. Sementara pada 2024, jumlah itu meningkat menjadi 254 kios per bulan. Tren ini menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang menimpa kawasan Asia Tenggara semakin memburuk. Tak hanya sektor makanan dan minuman, sektor ritel hingga teknologi juga ikut terpukul.
Banyak startup yang terpaksa gulung tikar karena gagal mendapatkan pendanaan baru. Biaya operasional yang tinggi seperti sewa tempat usaha, dan gaji karyawan menjadi beban berat yang tidak mampu ditanggung banyak pelaku usaha.
Selain itu, lesunya ekonomi global dan tingginya suku bunga turut menjadi faktor utama pemicu kebangkrutan massal di Singapura. Bahkan, beberapa perusahaan besar dilaporkan mulai melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK secara diam-diam.
Pemerintah Singapura telah menyiapkan sejumlah paket bantuan ekonomi tetapi upaya tersebut dinilai masih belum cukup untuk menahan laju kebangkrutan yang terjadi. Kondisi ini membuat banyak warga khususnya generasi muda khawatir akan masa depan pekerjaan mereka.
Lalu. ketika Singapura sebagai negara kecil yang dikenal makmur kini terancam bangkrut; apa yang menjadi faktor penyebabnya? Bagaimana dampaknya dengan Indonesia? Dan, apa yang mesti kita lakukan sebagai bentuk mitigasi?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiuskusi bersama narasumber: Yusuf Rendy Manilet (Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia dan Prof Rahma Gafmi (Ekonom dan Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya).ย (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: