Memahami Fenomena Manusia Silver, Bagaimana Menyikapinya?

Manusia Silver
Manusia Silver. (Photo: Istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM – “I am not what happened to me, I am what I choose to become.” – Kata Carl Gustav Jung. Saya bukan apa yang terjadi pada saya, saya adalah apa yang saya pilih untuk menjadi.

Itu berarti, baik disadari atau tidak, setiap orang memilih sendiri, ingin menjadi apa dirinya. Begitu pula dengan marak munculnya manusia silver belakangan ini.

Fenomena manusia silver semakin banyak dijumpai di perempatan jalan, pasar, dan pusat keramaian sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. Keberadaan mereka adalah bagian dari isu sosial yang butuh penanganan tepat, bukan sekadar ditertibkan atau “disingkirkan” dari sudut jalan.

Bertolak dari statement psikolog besar (Jung) itu, maka kita tak bisa hanya menyingkirkan manusia silver itu agar “tak merusak” pemandangan kita di perempatan jalan. Karena yang tak kalah penting adalah memahami, apa sesungguhnya yang membuat mereka “memilih” pekerjaan itu? Apakah lingkungan pergaulan, kemiskinan, atau pergaulan keliru yang mendorong mereka? Lantas, memahami fenomena manusia silver: bagaimana mestinya kita menyikapi dan menanganinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dr. Arie Sujito (dosen Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta); dan Arist Merdeka Sirait (Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: