
Semarang, Idola 92.6 FM- Bursa Efek Indonesia (BEI) Jawa Tengah mendorong masyarakat untuk mulai berinvestasi di pasar modal, khususnya melalui saham. Sebab, saham merupakan representasi dari sektor riil yang menjadi penggerak utama perekonomian.
Kepala BEI Jawa Tengah, Fanny Rifqi El Fuad, menegaskan bahwa bisnis yang paling menguntungkan sesungguhnya adalah bisnis yang bergerak di sektor riil. Namun, tidak semua orang memiliki keterampilan, waktu, maupun passion untuk terjun langsung ke dunia usaha.
“Investasi saham bisa menjadi pilihan. Dengan membeli saham, masyarakat sebenarnya ikut memiliki dan merasakan hasil dari bisnis di sektor riil,” ujar Fanny dalam Idola Business Gathering bertema “Investasi Cerdas, Rakyat Sejahtera Indonesia Maju” yang digelar Radio Idola Semarang bersama BEI Jateng di Hotel Ibis Styles Simpang Lima Semarang, Selasa (23/9).
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula sebagai narasumber Prof Taofik Hidajat (Akademisi Universitas BPD Jateng) dan Angga Pramasto (Analis Junior OJK Jateng).
Lebih lanjut, Fanny memberikan tips sederhana dalam memilih saham. Salah satunya dengan melihat kinerja perusahaan dalam lima tahun terakhir.
“Carilah saham dari perusahaan yang laba bersihnya konsisten naik selama kurang lebih 5 tahun terakhir. Itu tanda bahwa perusahaan tersebut tahan banting, karena mampu tumbuh di tengah dinamika kondisi perekonomian. BEI juga menyediakan tools berupa laporan keuangan emiten yang di publish secara periodik untuk membantu masyarakat melakukan analisa kinerja perusahaan” jelasnya.
Meski begitu, Fanny mengingatkan bahwa investasi selalu memiliki risiko. Ada istilah high risk, high return. “Sehingga hendaknya calon investor terlebih dahulu menyelaraskan antara profil risikonya dengan pilihan instrument investasi nya,” tuturnya.
Di Pasar Modal, selain saham ada juga instrument yang lebih low risk seperti Obligasi, Sukuk dan Reksadana Pasar Uang dan Reksadana Pendapatan tetap, yang lebih sesuai untuk calon investor konservatif dan moderat,” tambahnya.
Fanny juga menyoroti jumlah investor Indonesia yang masih minim. Hingga kini, investor saham baru sekitar 7,7 juta investor, dan jika digabung dengan instrumen pasar modal lain seperti obligasi, reksadana, dan sukuk, jumlahnya hampir 19 juta orang.
“Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 270 juta jiwa, jumlah itu baru sampai 3 persen. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal,” pungkasnya.
Senada dengan yang disampaikan BEI Jateng, menurut catatan OJK, kesadaran warga dalam berinvestasi memang masih rendah. “Gap antara tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan kita masih lebar. Indonesia masih kalah jauh dengan Malaysia,” ujar Angga Pramasto.
Dalam berinvestasi, Angga mengingatkan masyarakat, ada 2 kunci, yakni 2 L: Legal dan Logis. Saat ini, dalam upaya melindungi warga dari praktik ilegal yang merugikan, OJK telah membentuk Satgas PASTI (Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal).
“Satgas PASTI memiliki dua fungsi utama: pencegahan dan penanganan aktivitas keuangan ilegal, dengan tujuan utama melindungi masyarakat dan menjaga stabilitas sistem keuangan,” katanya.
Sementara itu, Prof Taofik Hidajat, menambahkan, saat ini sudah ada kesadaran masyarakat untuk berinvestasi. Namun, sebagian dari mereka masih salah pilih jalan dalam memilih instrumen dan lembaganya.
Prof Taofik mengingatkan, literasi keuangan memang penting tapi yang tak kalah penting adalah bagaimana kita menyikapi dan mengelola uang. “Kecenderungan sejauh ini, banyak orang dipengaruhi aspek psikologis ketika mengelola uang,” tandasnya. (her/tim)