Jelang 2 Tahun Jokowi-JK: Mempertanyakan Kehadiran Negara

Semarang, Idola 92.6 FM – Menjelang dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla, kritik terhadap kehadiran negara mengemuka. Tanggal 20 Oktober 2016, tepat dua tahun Presiden Jokowi-Wapres Jusuf Kalla memimpin Indonesia. Keduanya adalah produk demokrasi yang membanggakan. Kita seolah mempertanyakan kehadiran negara selama 2 tahun berjalannya roda kepemimpinan Jokowi, mengingat “memastikan kehadiran negara” menjadi tema sentral Nawacita.

Dalam Nawacita, Presiden Jokowi mengidentifikasi tiga problem bangsa, yakni merosotnya kewibawaan negara, melemahnya sendi perekonomian nasional, dan merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. Untuk menjawab itu, Presiden menetapkan sembilan agenda prioritas. Prioritas pertama itu adalah “Kami akan kembali menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara”. Munculnya obat palsu, vaksin palsu, kartu BPJS palsu, makam fiktif, doktor palsu, CPNS palsu, pupuk palsu, dokumen e-KTP palsu, serta berbagai kepalsuan lain menunjukkan ketidakhadiran negara untuk mengatur tata kelola tersebut.

2016-09-16-1_ilustrasi-vaksin-palsu

Fenomena ini menunjukkan keinginan Presiden Jokowi menghadirkan negara belum sepenuhnya berhasil untuk menghadirkan perasaan aman dan tenteram masyarakat. Kita hargai pengakuan Wapres Jusuf Kalla yang mengakui kehadiran negara memang belum optimal, tetapi terasa optimal di bagian lain.

Sementara, dalam berbagai survey kepuasan public, kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK terus mengalami kenaikan. Namun, prestasi pemerintah di sektor perekonomian selalu menjadi catatan. Terbaru, survey yang dilakukan Center fof Strategic and International Studies (CSIS) menyebutkan bahwa kepuasan publik untuk sektor ekonomi mentok di angka 46,8 persen. Ini seolah merepresentasikan realitas yang ada karena di level pemerintahan, negara sedang menghadapi defisit anggaran APBN.

Lantas, apa sesungguhnya yang membuat negara masih dirasa belum hadir di tengah berbagai problem bangsa yang mendera? Menengok kembali ke belakang sudahkah program Nawacita mulai dirasakan dengan nyata oleh rakyat? Jika belum, benarkah ini dipicu karena pemerintah justru didominasi partai koalisi pendukung pemerintah yang teramat gemuk? Benarkah pula, para pemimpin kita lebih berorientasi politik dan mengesampingkan kepentingan bangsa dan Negara?

Guna memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah, Radio Idola 92.6 FM akan berbincang dengan Prof Syamsuddin Haris, Peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI dan Radhar Panca Dahana, Sosiolog, Antropolog, dan Budayawan. (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: