Mengembangkan Pendidikan Yang Relevan Dalam Menyongsong Bonus Demografi?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pada tahun 2020-2030, jumlah warga usia produktif Indonesia mencapai 70 persen dari total populasi. Jika banyak dari warga usia produktif ini memiliki pendidikan tidak memadai, bangsa Indonesia akan gagal memanfaatkan periode yang seharusnya sangat menguntungkan tersebut. Guru Besar Fakultas ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Mayling Oey-Gardiner mengungkapkan istilah “bonus demografi” baru bisa dipakai apabila tenaga kerja Indonesia benar-benar cerdas, kompeten, dan berkontribusi pada pembangunan. Kalau tidak demikian menurut Mayling, malah akan menjadi bencana.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2014 menyebutkan, 42,9 persen penduduk usia produktif hanya berijazah SD, putus sekolah di bangku SD, atau tidak pernah bersekolah. Jika kondisi demikian, menurut Mayling, pembangunan akan mandek, bahkan menurun. Industri yang belandaskan ilmu pengetahuan tak akan berkembang.

Salah satu upaya untuk menyongsong bonus demografi adalah penggalakan pendidikan vokasi. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga terampil yang berdaya saing. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum melakukan terobosan signifikan terkait pendidikan vokasi. Pemerintah justru dihadapkan pada problem kterbatasnya guru yang berkompeten. Selain itu, penggalakan akademi komunitas dan balai latihan kerja (BLK) untuk mengintervensi orang-orang yang putus sekolah.

Sementara, sosiolog pendidikan Universitas Negeri Jakarta Muchlis R Luddin mencermati, data Bappenas yang menunjukkan 6,6 persen penyebab putus sekolah ialah penilaian bahwa sekolah tidak member manfaat. Mereka yang putus sekolah ebrpikir lebih baik berhenti sekolah dan memilik bekerja. Ada permasalahan pola pikir yang serius. Kalangan orangtua belum sepenuhnya memahami pentingnya manfaat pendidikan untuk anak-anak mereka. Pola pikir tersebut dipicu oleh kenyataan bahwa system pendidikan formal bersifat sangat baku dan tidak dekat dengan kebudayaan lokal. Muchlis mencontohkan, cara belajar di wilayah kepulauan hendaknya menggunakan contoh-contoh bahari yang dekat dengan kehidupan mereka. Sebaliknya, di wilayah pegunungan digunakan contoh yang ada di lingkungan pegunungan.

Lantas, bagaimana mengembangkan pendidikan yang relevan dengan kondisi lokal dalam menyongsong bonus demografi? Sebagai bagian dari upaya menyiapkan generasi terampil, pemerintah juga mengembangkan pendidikan vokasi. Lantas, bagaimana implementasinya sejauh ini? Sudahkah kerja nyata menyongsong bonus demografi itu sudah benar-benar dilakukan?

Guna memeroleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kami akan berbincang dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Rhenald Kasali, Guru Besar Ekonomi UI/Founder Rumah Perubahan dan Muchlis R Luddin, Sosiolog Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya:

Artikel sebelumnyaBupati Kudus Tetap Dukung Pengembangan SMK/SMA
Artikel selanjutnyaUang Muka Turun, REI Expo ke-8 Target Jual 70 Rumah