Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam beberapa waktu belakangan, publik dihebohkan dengan fenomena ratusan anak SMP di Kabupaten Buleleng Bali yang belum lancar membaca. Sayangnya, bukan baru kali ini terjadi. Sebellumnya, peristiwa serupa juga pernah terjadi di daerah lain.

Dilansir dari Kompas.com (22/04), Pengamat Pendidikan, Ina Liem menilai, korupsi lah yang menjadi “dalang” di balik banyaknya anak di Indonesia yang tak bisa membaca. Ina menjelaskan, korupsi yang terjadi bukan hanya soal uang melainkan korupsi dalam berbagai bentuk. Salah satunya, adanya korupsi waktu dalam pada saat pengajaran di sekolah. Ina menyorotinya banyak jam kosong di sekolah negeri.

Korupsi kedua adalah soal anggaran. Ia melihat adanya kebocoran dana bantuan pendidikan dan infrastruktur pendidikan di Indonesia. Mulai dari dana BOS, dana PIP, dana infrastruktur yang bocor, tidak tepat sasaran bahkan dijadikan ladang proyek. Hal itu merampas hak belajar anak. Kemudian, adanya pemerasan dalam dunia pendidikan. Pemerasan yang terjadi, mulai dari pungutan liar sampai jual beli kursi sekolah.

Sebelumnya, terungkap fenomena ratusan siswa SMP di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, ternyata tidak bisa membaca dengan lancar. Hal ini mengingatkan kita pada hasil survei World Bank, yang mengungkapkan separo lebih Anak di Indonesia yang mengalami Learning Poverty, yaitu anak-anak berusia 10 tahun tidak mampu membaca dan memahami teks sederhana. Padahal kita tahu, membaca adalah “pintu gerbang” untuk dapat belajar saat anak melanjutkan sekolah.

Lalu, ketika separoh lebih anak di Indonesia mengalami Learning Poverty di mana anak kita yang berunur 10 tahun tak bisa memahami kalimat sederhana di bacaan; benarkah ini mengindikasikan masih tingginya korupsi dalam berbagai bentuknya? Sudah adakah keseriusan untuk mengatasi? Serta bagaimana caranya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Johanes Eka Priyatma, PhD (Mantan rektor Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta) dan Ki Darmaningtyas (Pengamat Pendidikan/ Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaDuh, Ternyata Ada 19 Persen Lahan di Jateng Belum Bersertifikat
Artikel selanjutnyaBagaimana Upaya “Mendekatkan” Storytelling dan Sains?