Pendidikan Adalah Proses Berkebun Talenta

Tukiman Taruna, Prie GS, dan Wak Zulham, Narasumber JTS on Stage Radio Idola.

Semarang, Idola 92.6 FM – Semangat pendidikan semestinya dilandasi pendekatan pola asuh. Kosakata pendidikan bersifat sempit, sementara pola asuh lebih luas. Sehingga, pendidikan tak hanya bertumpu pada sekolah.

Demikian dikemukakan pemerhati pendidikan Tukiman Taruna dalam Talkshow Journey to Succes yang diselenggarakan Radio Idola 92.6 FM dan Bank Jateng bertema “Pendidikan adalah Proses Berkebun Talenta”, Jumat (29/7) di Hotel Patrajasa Semarang. Hadir juga sebagai narasumber: Wak Zulham atawa Andi Odang (jurnalis senior Radio Idola), Prie GS (budayawan), serta dipandu penyiar Nadia Ardiwinata.

Menurut Tukiman, pendidikan tidak hanya di sekolah. Ada keluarga dan lingkungan. Dengan pendekatan pola asuh, maka di keluarga bisa diterapkan pola asuh orangtua, di sekolah ada pola asuh guru, dan di lingkungan ada masyarakat. “Jadi, tak boleh ada lagi dikotomi,” ujar Tukiman yang juga staf pengajar di Unika Soegijapranata.

Taruna mengungkapkan, karena pendidikan adalah proses berkebun talenta maka harus dikembangkan kesadaran menyemai bakat dan talenta anak. Jika pola asuh dipakai maka tidak ada murid yang bodoh dan murid yang pintar. “Yang ada, satu anak berbeda talenta dengan anak lainnya. Yang ada, satu anak berbeda kemampuannya dengan anak lainnya. Kesadaran semacam ini harus dikembangkan,” papar Tukiman di hadapan puluhan peserta.

Dunia pendidikan kita mengalami bias. Yakni, bias Jakarta, bias negeri, dan bias agama. Kurikulum seolah hanya bertolak pada kebijakan di Jakarta. Padahal, Indonesia tidak hanya di Jawa. Bias negeri, seolah publik digiring bahwa sekolah yang ideal adalah sekolah negeri dan mengesampingkan sekolah lain. “Sementara, bias agama karena, ada hal-hal bersifat agama yang kerapkali mengemuka.”

Sementara itu, Prie GS, berpendapat, saat ini memang terjadi bias pendidikan. Untuk itu, dirinya mengapresiasi kebijakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan yang tidak membebani murid-murid dengan PR dan melarang adanya MOS yang sejauh ini kerapkali menimbulkan kekerasan pada anak-anak baru. “Sayangnya, Pak Anies sudah di-reshuffle. Karena memang mestinya sekolah itu ya ilmu, ya fun, dan ujung-ujungnya pembentukan karakter,” ujarnya.

Menurut Prie yang juga kartunis itu, ujung pendidikan adalah karakter. Sebab, pendidikan adalah berkebun talenta. Sebelum itu yg penting, kebun seperti apa yang kita punya. Sesuai jenjang dan tempat sekolah yang berbeda-beda. “Tapi pendidikan saat ini seolah2 hanya direduksi oleh sekolah, padahal tidak. Pembentukan karakter bisa melalui keluarga dan lingkungan.”

Andi Odang menambahkan, proses berkebun talenta perlu dikerucutkan. Anak milik masa depan, bagaikan anak panah dan orangtua adalah busurnya. “Tapi sebagian orangtua usil sebagai orang yang menarik busur,” ujarnya.

Proses berkebun talenta mengingatkan bahwa di dalam diri anak didik, ada benih ilahi bersanding dengan tugas ilahi. “Tuhan beri anak talenta, dan orangtua harus menyemainya, bukan malah mematikannya,” ujarnya.

Anak-anak cukup punya satu ketrampilan, bisa berkontribusi. Tanaman yg kita siangi berbuah. Buah bentuknya kontribusi kepada orang lain. “Pendidikan bukan proses transfer pengetahuan semata karena itu anak kelak bisa dicari sendiri,” tandasnya. (Heri CS)

Lihat album gallery Journey To Success Edisi Juli 2016 KLIK DISINI