Bagaimana Menjaga Kemandirian Institusi Penyelenggara Pemilu?

Semarang, Idola 92.6 FM-Tujuh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lima anggota Badan Pengawas Pemilu 2017-2022 resmi telah dilantik dan resmi bertugas. Tantangan kompleksitas teknis penyelenggaraan dan pengawasan pemilu sudah menanti di depan mata. Namun, tantangan terbesar pimpinan baru kedua lembaga itu salah satunya adalah menjaga kemandirian institusi. Komisi 2 DPR RI sebelumnya, juga menggunakan kata kunci kemandirian untuk menguji calon-calon komisioner KPU dalam uji kelayakan dan kepatutan meski dalam konteks berbeda.

Tantangan teknis penyelenggaraan pilkada serentak 2018 boleh jadi tak terlalu kompleks bagi KPU karena sudah ada pengalaman dua gelombang pilkada. Bawaslu, sebaliknya, punya pekerjaan rumah besar untuk menjadikan kewenangan sanksi administrasi pembatalan pencalonan bagi pelanggaran politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif menjadi benar-benar bisa diterapkan.

Terkait dengan hal ini, mengenai tantangan KPU dan Bawaslu dalam menyongsong agenda Pemilu ke depan, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai, baik KPU maupun Bawaslu harus menjaga independensinya. Keduanya harus menjadi lembaga yang imparsial dan independen.

Lantas, apasesungguhnya tantangan terbesar penyelenggara pemilu ke depan? Bagaimana mengawal KPU dan Bawaslu agar benar-benar menjalankan asas mandiri dalam menyelenggarakan pemilu? Sudahkah keduanya memberikan ruang keadilan dan kesetaraan bagi setiap partai politik atau kandidat dalam setiap tahapan pemilu?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan dua narasumber, yakni: Abhan Misbah (ketua Bawaslu RI periode 2017-2022) dan Masykurudin Hafidz (koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: