Benarkah Kebohongan Telah Menjadi Budaya Keseluruhan Bangsa Kita?

Semarang, Idola 92.6 – Praktik kebohongan publik semakin nyata di masyarakat. Tindakan hukum yang tak tegas, budaya korupsi yang kian kuat, dan birokrasi yang semakin berbelit makin menyuburkan kebohongan publik. Tanpa tindakan konkret, kebohongan publik bakal mengoyak sendi-sendi kejujuran fondasi bangsa.

Merujuk pada Jajak Pendapat Kompas 16 Oktober 2017, perilaku kebohongan publik dalam berbagai tingkatan serius semakin meruyak dalam masyarakat. Kebohongan publik yang bersifat ringan, seperti plagiat atau menjiplak, hingga bohong tingkat berat seperti suap dan korupsi, dinilai semakin masif. Kebohongan yang berakibat fatal bagi orang lain dan masyarakat itu dipandang publik sudah dalam kondisi sangat parah (50,7 persen) dan kondisi parah (43,1 persen).

Di ranah peradilan, di mana seorang hakim menjadi benteng terakhir penegakan hokum ternyata juga semakin banyak terpapar kasus suap. Kasus terkini adalah penangkapan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono. Tercatat sejak KPK berdiri tahun 2003, tercatat sudah 17 hakim di bawah MA yang terjerat masalah hukum di komisi antirasuah.

Lantas, berkaca pada fenomena ini, benarkah kebohongan telah menjadi budaya keseluruhan bangsa kita? Bagaimana kita keluar dari situasi ini? Bisakah ini diakhiri?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof PM Laksono (Guru Besar Antropolog UGM) dan Dr Saifur Rohman (ahli filsafat dan budayawan dari Universitas Negeri Jakarta). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya:

Artikel sebelumnyaJokowi: Perguruan Tinggi Buat Fakultas Ekonomi Digital Untuk Menjawab Tantangan Masa Depan
Artikel selanjutnyaJokowi: Undip Sebagai Kampus Besar Harus Bisa Ikut Cerdaskan Bangsa