Ideologi Pancasila Sebagai Benteng Ancaman Perang Tak Berbentuk

Semarang, Idola 92.6 FM – Memperkuat ideologi Pancasila di semua lini menjadi salah satu upaya untuk membentengi Indonesia dari berbagai ancaman perang tak berbentuk (amorf). Dalam praktiknya hal itu bisa dilakukan melalui peningkatan rasa cinta dan kebanggaan pada tanah air.

Demikian dikemukakan Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan-Laksamana Muda (TNI) Dr Amarulla Octavian saat diwawancara Radio Idola 92.6 FM. Menurut Amarula, perang saat ini memang tidak hanya aspek militer, namun ideologi, budaya, sumber daya manusia,sumber kekayaan alam, ekonomi , politik dan hukum.

“Untuk itu kita harus siapkan cara terbaik dalam menghadapi perang di berbagai lini tersebut,” kata Amarulla.

Menurut Amarulla, terkait hubungan dengan dua negara adi daya Amerika Serikat dan Tiongkok, Indonesia harus tetap menjalin hubungan yang baik dan lakukan diplomasi pertahanan dengan dua negara tersebut.

“Tidak hanya itu, Indonesia adalah aktor utama di ASEAN. Kita bisa lakukan diplomasi dengan dua cara. Indonesia sebagai negara sendiri, hubungan bilateral dengan Tiongkok dan Amerika Serikat. Indonesia juga bisa dengan kendaraan politik ASEAN untuk berdiplomasi politik dengan keduanya,” tutur Amarulla.

Ada tiga kekuatan yang diprediksi akan semakin besar pada perkembangan dunia saat ini yakni kekuatan ideologi proteksionis sekuler setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat, kekuatan jejaring ideologi Islam transnasional, dan kekuatan ideologi pasar bebas yang sangat mungkin dikomandani Tiongkok.

“Untuk meredamnya bagi pemerintah tidak ada jalan lain kecuali memperkuat ideologi Pancasila di semua lini,” tuturnya.

Sebagai latar belakang, perang tidak lagi bisa didefinisikan sebagai kekuatan militer yang saling menyerang dengan senjata. Merujuk harian Kompas (3/1), perang kini telah menjadi amorf atau tidak berbentuk. Bagi Indonesia, perang yang kini tidak berbentuk itu membawa banyak konsekuensi mengingat posisi geo-strategis dan geo politik negeri ini.

Indonesia diketahui memiliki posisi strategis di jalur perdagangan Asia Pasifik dengan rentang geografi yang lebar, jumlah penduduk yang banyak, serta kaya akan sumber daya alam. Meningkatnya agresivitas Tiongkok yang berhadap-hadapan dengan hegemoni Amerika Serikat membawa konsekuensi di kawasan Asia-Pasifik.

Saat ini, tidak ada Negara di Asia-Pasifik yang bisa menandingi kualitas dan kuantitas Tentara Pembebasan Tiongkok. Di sisi lain, tiga kekuatan yang diprediksi akan semakin besar adalah kekuatan ideologi proteksionis sekuler setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat, kekuatan jejaring ideologi Islam transnasional, dan kekuatan ideologi pasar bebas yang sangat mungkin dikomandani Tiongkok.

Sementara itu, Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawiran TNI AD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengungkapkan, merujuk pada ilmu strategi terdapat teori center of gravity. Bagi Indonesia, centre of Gravity untuk melemahkan Indonesia adalah Pancasila, umat Islam yang nasionalis, serta TNI. “Maka itu yang diserang dan dilemahkan ideologi global. Untuk itu komponen-komponen itu harus berbenah dalam rangka mempertahankan NKRI,” ujar Kiki yang juga Mantan Wakil Kepala Staf TNI AD. (Heri CS)